PALEMBANG, KOMPAS.com - Sidang kasus suap yang menjerat Bupati non-aktif Muara Enim Juarsah kembali di gelar di Pengadilan Negeri Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (28/9/2021).
Dalam sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa, Juarsah terlihat menahan tangis di hadapan majelis hakim saat menceritakan keluh kesahnya dikarenakan rekening milik keluarganya diblokir oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak kasus itu bergulir.
Menurut dia, rekening itu tak ada hubungannya dengan perkara yang sedang dijalaninya saat ini.
Baca juga: Tiba di Palembang, Bupati Muara Enim Nonaktif : Jangan Dekat-dekat, Covid-19
"Rekening anak saya yang masih kuliah diblokir, saya merasa dizalimi, Yang Mulia," kata Juarsah yang tersedak menahan tangis.
Ketua Majelis Hakim Sahlan Efendi lalu menanyakan jumlah uang di dalam rekening tersebut.
Dengan suara bergetar, Juarsah menjelaskan saldo yang ada berjumlah Rp 400 juta di Bank Sumsel Babel dan di BCA Rp 50 juta.
"Anak saya tidak bisa menggunakan uang itu untuk keperluan pribadi selama saya ditahan. Saya ini dulu adalah pengusaha sebelum masuk politik. Dipolitik ini saya tekor, hanya sisa uang itu untuk keluarga saya," ujar dia.
Juarsah mengaku bahwa uang perjalanan istinya Nurhaliyah yang kini telah duduk di DPRD Sumatera Selatan sebesar Rp 58 juta ikut disita penyidik KPK.
Uang itu juga diakuinya tak ada hubungan dengan kasus tersebut.
"Padahal itu uang perjalanan dinas istri saya," ujar dia.
Setelah mendengar curhatan Juarsah, Ketua Majelis Hakim memerintahkan JPU KPK untuk membuka rekening keluarga Juarsah yang diblokir.
Anggota Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ricky Benindo Magnas mengungkapkan, ada enam rekening milik Juarsah yang diblokir oleh penyidik.
Namun, status rekening tersebut belum disita oleh negara.
"Uangnya masih utuh, hanya diblokir sampai ada putusan inkrah," kata Ricky.
Ricky menjelaskan, uang Rp 58 juta yang disita yang disebut Juarsah milik istrinya tersebut ditemukan di dalam koper, di mana mereka mendapatkan sepotong surat bertuliskan "Kabid Mutasi" sehingga menimbulkan kecurigaan dari penyidik.