KENDARI, KOMPAS.com- Ratusan mahasiswa di Kendari memperingati dua tahun tewasnya dua mahasiswa Universitas Haluoleo (UHO) Kendari, yakni Randi dan Muhammad Yusuf Kardawi, atau dikenal dengan peristiwa September Berdarah (Sedarah).
Mahasiswa berunjuk rasa di jalan Haluoleo atau perempatan Mapolda Sulawesi Tenggara (Sultra), Senin (27/9/2021).
Aksi yang awalnya berlangsung tertib, lalu memanas dan berakhir ricuh setelah salah satu mahasiswa melempar batu kepada pihak kepolisian yang mengamankan unjuk rasa mahasiswa.
Petugas kepolisian kemudian membalas dengan melepas tembakan gas air mata ke arah mahasiswa hingga mereka mundur.
Baca juga: Demonstrasi Peringatan 2 Tahun Tewasnya Randi dan Yusuf di Kendari Berakhir Ricuh
Ratusan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Kendari itu diterima Direktur Reserse dan Kriminal Umum ( Reskrimum) AKBP Bambang Wijanarko.
Dia menyatakan bahwa proses penyelidikan atas kematian Yusuf Kardawi belum dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan.
Pasalnya, kata Bambang, hingga saat ini penyidik belum mengetahui penyebab kematian korban Yusuf karena tidak adanya hasil otopsi.
"Penyidik kami sudah datangi orangtua saudara Yusuf untuk minta izin dapat dilakukan otopsi, namun orangtua Yusuf tidak berkenan atau tidak mengizinkan makam anaknya digali. Itu yang menjadi kendala kami," ungkap Bambang di hadapan mahasiswa di perempatan Mapolda Sultra, Senin (27/9/2021).
Akibat kondisi ini, kata Bambang, semua pihak tidak bisa menuduh atau berasumsi bahwa korban Yusuf meninggal akibat tembakan anggota.
Sebab, saat itu dokter belum mengidentifikasi luka yang ada pada almarhum Yusuf itu luka tembus atau tidak, hal ini berbeda pada almarhum Randi.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.