JOMBANG, KOMPAS.com - Diiringi musik gamelan, seorang penari dengan wajah ditutupi topeng memasuki arena.
Dengan sesekali menghentakkan kaki, tangan dan kepalanya bergerak mengikuti alunan musik gamelan, menyajikan tarian indah nan mempesona.
Tarian dari penari bertopeng dan berpakaian layaknya punggawa kerajaan itu dikenal sebagai tari klono.
Tari klono menjadi bagian penting dari rangkaian pementasan Wayang Topeng Jatiduwur, yang diperagakan di awal acara.
Baca juga: Temuan Struktur Bata Kuno di Belakang RS Kota Blitar Diduga Bekas Hunian Bangsawan Era Majapahit
Selepas peragaan tari klono, dalang kemudian memainkan perannya, mengendalikan seluruh proses pementasan.
Sebagai sosok sentral, dalang membawakan cerita dengan dukungan penari yang seluruhnya memakai topeng.
Dialog para pemeran dalam pewayangan dilakukan dalang, sebagaimana peran dalang dalam pementasan wayang kulit.
Gerakan, dialog dan jalan cerita dalam pementasan Wayang Topeng Jatiduwur merupakan perpaduan berbagai unsur kesenian seperti tari, drama, sastra, musik, dan seni rupa.
Para penari dengan menggunakan topeng melakukan gerak sebagai ekspresi tokoh, mengikuti cerita dalang.
Wayang Topeng Jatiduwur merupakan kesenian tradisional berbentuk drama seni tradisional dengan dialog menggunakan bahasa Jawa.
Ciri khas utamanya, seluruh pemain dan penari selama pementasan memakai topeng, kecuali dalang dan penabuh gamelan.
Dalam pementasan Wayang Topeng Jatiduwur, ada 33 karakter topeng yang ditampilkan, mulai dari sosok tokoh pendukung hingga tokoh utama.
Setiap topeng memiliki bentuk dan warna berbeda, mewakili setiap karakter yang ditampilkan dalam cerita wayang topeng.