PADANG, KOMPAS.com - Danau Maninjau kini menjadi perhatian nasional usai dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2021 tentang Penyelamatan Danau Prioritas Nasional pada 22 Juni 2021 lalu.
Artinya untuk ke depannya danau vulkanik ini akan dibenahi untuk memulihkan ekosistem dan lingkungan sekitarnya sehingga mampu mendatangkan nilai ekonomi bagi masyarakat.
Selain masalah ikan yang mati mendadak setiap tahun, Danau Maninjau punya keindahan dan keunikan tersendiri. Seperti dimuat dalam website resmi Pemerintah Kabupaten Agam, https://www.agamkab.go.id/Agamkab/profil.
Danau Maninjau ini terletak di Kabupaten Agam tepatnya di Kecamatan Tanjung Raya. Danau yang luasnya mencapai 94,5 Km2 ini dikelilingi oleh perbukitan.
Sehingga banyak yang menyebut danau ini seperti kuali karena bentuknya yang dikelilingi perbukitan.
Baca juga: 160 Ton Ikan Nila di Danau Maninjau Mati Keracunan
Pesona Danau Maninjau
Danau ini memiliki pesona yang indah apalagi dilihat dari kelok 44. Jika ingin menuju danau ini kita akan disuguhkan pemandangan indah sepanjang jalan, karena seakan berjalan mengelilingi danau.
Dari Padang kita bisa menempuh perjalanan ke Danau Maninjau dengan terlebih dahulu melewati Lubuk Basung. Butuh waktu sekitar 1,5 jam perjalanan untuk ke sana.
Sementara jika dari arah Bukittinggi juga butuh waktu sekitar satu setengah jam tapi kita akan disuguhkan dengan pemandangan indah sepanjang menelusuri kelok 44.
Baca juga: Ingin Bikin Kedai di Tepi Danau Maninjau, 2 Warga Adat Ini Dituntut 10 Bulan Penjara
Keindahan yang memukau mata juga menjadikan dibukanya pariwisata paralayang di kawasan Puncak Lawang.
Terbang beberapa menit, pengunjung akan disuguhkan dengan keindahan panorama Danau Maninjau nan elok.
Tak hanya menyajikan panorama yang indah, Danau Maninjau juga menjadi daya tarik karena merupakan tempat kelahiran Buya Hamka.
Baca juga: 100 Ton Ikan Mati di Danau Maninjau
Kasus ratusan ton ikan mati
Seperti dikatakan Kepala Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Agam Syatria, banyak hal menarik yang terdapat di danau ini. Misalnya ikan endemik Danau Maninjau. Yaitu rinuak, yang hanya hidup di kawasan danau.
Ikan berukuran kecil ini begitu gurih dan manis begitu dimakan, sebagai rasa khas ikan Danau Maninjau.
Baca juga: Promosikan Wisata Danau Toba Aman, 20 Kapal Motor Konvoi Rayakan Harhubnas
Tak hanya terkenal dengan rinuak, Danau Maninjau juga mampu menopang ekonomi masyarakat dengan keramba jala apungnya.
Kebanyakan yang dibudidayakan adalah jenis ikan nila air tawar dan ikan rayo.
Sayangnya, dengan banyaknya keramba telah membuat Danau Maninjau tak seindah dulu lagi. Bau amis menyengat akan terasa ketika kita memasuki kawasan danau.
Baca juga: Keindahan Danau Pading, Lahan Bekas Tambang yang Populer Saat Pandemi
Belum lagi ketika bencana tubo menyerang.
Ratusan ton ikan mati akan mengapung di Danau Maninjau bak kumpulan es yang memutih di atas air. Baunya sangat menyengat. Inilah permasalahan utama Danau Maninjau.
"Permasalahan ini masih terus dicarikan jalan keluarnya," terang Syatria, Jumat (24/09/2021) melalui sambungan telepon.
Untuk meningkatkan nilai jual Danau Maninjau ini, Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Agam telah menjadikan sembilan nagari di sekeliling danau sebagai desa wisata.
"Juga dibentuk kelompok kelompok masyarakat sadar wisata yang akan mengarahkan masyarakat untuk mengelola daerah wisata dengan baik," terang Syatria.
Legenda Bujang Sambilan dan asal-usul Danau Maninjau
Disamping keindahan dan pesona ikan endemiknya, Danau Maninjau juga tak terlepas dari cerita rakyat yang hingga kini masih disampaikan dari mulut ke mulut untuk memberikan edukasi kepada anak-anak.
Legenda Bujang Sambilan menjadi cerita rakyat yang dipercaya menjadi cikal bakal Danau Maninjau. Bahkan Kemendikbud sudah mendokumentasikan legenda ini dalam bentuk buku dongeng anak-anak berjudul Asal Usul Danau Maninjau yang ditulis oleh Agus Sri Danardana.
Legenda tersebut menceritakan kisah 10 orang bersaudara yatim piatu yang terdiri dari 9 orang laki-laki dan si bungsu Siti Rasani, seorang perempuan.
10 bersaudara yang awalnya hidup rukun, mulai bertengkar ketika si sulung bernama Kukuban mengalami patah tangan usai bertanding silat dengan anak mamaknya (Paman) Giran. Giran sendiri menaruh hati kepada adik kandung Kukuban.
Akibat kejadian tersebut 9 kakak laki laki Siti Rasani yang dikenal Bujang Sembilan tidak memberikan restu kepada adiknya ketika Giran datang melamar. Tak sampai di sana, Giran juga dituduh berbuat tidak pantas dengan adik perempuannya tersebut.
Untuk membuktikan tuduhan tersebut tidak benar, Giran yang berada di Gunung Tinjau bersumpah jika tuduhan tersebut benar maka ia meminta Tuhan menghancurkan tubuhnya di dalam kawah gunung.
Tetapi jija tidak benar ia meminta agar gunung meletus dan mengutuk Bujang Sambilan menjadi ikan.
Permohonan Giran dikabulkan, tuduhan tersebut tidak benar sehingga Gunung Tinjau meletus dan mengutuk Bujang Sambilan menjadi ikan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.