“Kita tegas, tetapi tidak kasar. Cara kita lembut kepada masyarakat,” katanya.
Baca juga: Tolak Lokasi Pembangunan Waduk Lambo, Masyarakat Adat Tawarkan 2 Tempat Alternatif di Nagekeo
Ia menjelaskan bahwa pengukuran bidang telah dimulai sejak 2019-2020. Selain itu, menurutnya, sudah ada pernyataan sikap dari tiga komunitas adat terkait lokasi pembangunan Waduk Lambo pada 2016-2017.
Sebagian besar dari mereka, kata dia, mengizinkan pemerintah untuk melakukan survei lokasi mulai dari perencanaan, LARAP (Land Acquisiton and Resetllement Action Plan), hingga penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal).
Kemudian sepanjang 2017-2018, Oscar menuturkan, pihaknya mulai mensosialisasikan hasil survei tersebut lengkap dengan LARAP dan Amdal.
Oscar mengakui memang tidak semua masyarakat menandatangani. Namun menurutnya sudah ada persetujuan dari perwakilan komunitas adat.
"Keterwakilan itu yang menandatangani, menyetujui hasil Amdal dan LARAP," ujarnya.
Selanjutnya pada 2019 dilakukan penunjukan lokasi atau perlok oleh gubernur yang kemudian dilanjutkan pengadaan tanah oleh BPN.
Ketika perlok sudah dilakukan, semestinya waduk bisa dibangun. Namun harus dilakukan identifikasi terlebih dulu pada bagian lahan yang akan dikerjakan.
“Proses tersebut sudah kita jelaskan kepada masyarakat di setiap tahapan. Mulai dari persiapan, pengadaan tanah, sampai ke pengukuran tanah. Itu artinya masyarakat setuju untuk diukur," ucapnya.
Baca juga: Masyarakat Adat Bersitegang dengan Petugas dan Aparat di Lokasi Pembangunan Waduk Lambo
Pihaknya juga mengaku telah mempublikasikan data hasil pengukuran kepada warga pada April 2021.
"Kita verifikasi. Hasil verifikasi itu ada yang diterima dan tidak, kemudian diserahkan kepada tim appraisal untuk melakukan pengukuran,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, penolakan masyarakat adat terhadap lokasi pembangunan Waduk Lambo, di Kecamatan Asesa Selatan terus berlanjut.
Masyarakat adat di Desa Laboleba berkukuh tidak mengizinkan tanah mereka dijadikan lokasi pembangunan Waduk Lambo.
Pada Kamis (23/9/2021), masyarakat adat Leboleba menutup kantor desa. Hal itu dilakukan karena menurut mereka, sosialisasi pembangunan Waduk Lambo tidak transparan.
“Masyarakat adat Laboleba kaget tiba-tiba sudah tanda tangan kontrak dan pasang plang oleh Camat Asesa di lokasi. Kami hanya izin survei, tapi tahap selanjutnya masyarakat adat tidak dilibatkan,” ujar Selis Lado, perwakilan masyarakat adat kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Kamis malam.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.