Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Bocah 10 Tahun Minum Bensin Selama 5 Tahun, di Usia Setahun Makan Paku dan Pecahan Beling

Kompas.com - 25/09/2021, 06:02 WIB
Dewantoro,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

 

MEDAN, KOMPAS.com - Seorang anak laki-laki berusia 10 tahun di Tanjungbalai, Sumatera Utara, berinsial ARY memiliki kebiasaan yang tak lazim.

Tak seperti anak pada umumnya, bocah ini memakan pecahan beling, keramik, paku, hingga meminum bensin.

Baca juga: Siswi SMK Muntah-muntah Usai Divaksin, Tetap Disuntik meski Sudah Beri Tahu Petugas Riwayat Sesak Napas

 

Hal ini membuat orangtua ARY kewalahan menghadapi kebiasaan anaknya tersebut. Berbagai cara sudah dilakukan agar ARY kembali normal, tapi belum ada satu pun yang berhasil. 

Baca juga: Siswa SMK Meninggal Usai Divaksin, Sempat Beri Tahu Petugas Riwayat Penyakit, tapi Kenapa Tetap Disuntik?

Ibu kandung ARY, Uci Rubi Atmaja (36),  warga Jalan Mesjid, Kelurahan Sei Rantau, Kecamatan Datuk Bandar, Tanjung Balai, mengatakan, dia tidak mengetahui pasti penyebab anaknya suka menelan hal-hal yang tak lazim itu.

"Kalau dibilang kami kurang jajan atau kurang makan, alhamdulillah masih terpenuhi. Walaupun hidup kadang ada kadang enggak ya kan. Hanya saja memang anak ini kayak ada kelainan. Dari umur satu tahun mau makan pecahan beling, keramik," kata Uci, saat dihubungi melalui telepon, Jumat (24/9/2021). 

Uci mengetahui pertama kali keanehan ARY saat bocah tersebut masih berumur setahun.

Saat itu Uci menemukan paku yang keluar saat anaknya buang air besar. Kemungkinan, paku itu diambil tanpa sepengetahuan Uci dan dimakan.

"Pas di umur setahun dia jalan-jalan kan, nampaknya di jalan paku, diambilnya. Kadang kita kan kurang teliti, sambil bawa anak jalan dia ambil tanpa sepengetahuan kita, disimpannya, terus dimakannya. Saya pun tahunya pas dia buang air," ujar Uci. 

Uci benar-benar menyadari kejanggalan perilaku ARY saat bocah itu berusia enam tahun.

Saat itu, ada seseorang yang mengatakan bahwa anaknya gemar menghirup bau bensin di sepeda motor.

Awalnya, Uci tidak percaya. Namun, kemudian dia menemukan bahwa mulut anaknya sering beraroma bensin.

"Satu hari pernah saya ikuti pas kebetulan saya tidak kerja. Saya ajak jajan enggak mau, minta duit aja. Tapi rupanya bukan beli jajan, malah dia beli bensin. Mulanya saya biarin aja. Habis itu dia cari tempat tersembunyi, duduk, terus meminumnya. Dari situ lah saya ambil, saya buang, dari situ lah saya tidak kasih dia minum besin itu," kata Uci. 

ARY terbakar

Kebiasaan ARY meminum bensin menuai petaka. Kaki ARY terbakar karena bensin yang dibawanya.

Uci mengatakan, karena mengetaui anaknya punya kebiasaan buruk, dia menyuruh ARY tetap di dalam rumah dan mengunci pintu.

 

Uci kemudian mencuci piring, memasak, dan ke kamar mandi.

Tanpa sepengetahuannya ARY meninggalkan rumah sambil membawa bensin.

Teman-temannya membully ARY dan bocah itu disuruh meminum air kotor.

Bensin yang dipegang dirampas lalu disiramkan oleh teman-temannya ke badan ARY. Mereka kemudian menyulut api yang mengakibatkan paha hingga betis kiri bocah itu terbakar.

 

"Waktu itu ada kejadian dia dibakar teman sendiri. Saya mau ke kamar mandi, dia rupanya keluar dari jendela, main-main sama teman-temannya. Di situ lah kejadian dia dibakar," ucap Uci.

Akibat luka bakar itu, di bagian kaki yang terluka sempat lengket sehingga membuat  ARY sulit berjalan.

Setelah insiden itu, ARY sempat lama tidak meminum bensin.

"Sesudah dia bisa jalan, bisa keluar, di situ dia balik lagi 'menggila'. Selama dua tahun lebih ini lah saya bilang, makin tidak bisa teratasi. Kalau dilarang marah, banting-banting, lempar-lempar. Jadi saya pun sudah bingung, apalah obat kecanduan anak ini," kata dia. 

Upaya sembuhkan ARY

Beberapa waktu lalu, ARY dibawa oleh personel TNI AL ke Lanal Tanjungbalai untuk diobati.

Informasi yang diketahui Uci, pihak Lanal Tanjungbalai sedang mencari psikiater untuk anaknya.

Menurutnya, saat ini yang menjadi kebiasaan anaknya hanyalah meminum bensin. ARY Tidak lagi memakan beling, keramik, ataupun paku.

"Sudah lima tahun terakhir saya ketahui dia minum bensin. Cuma saja menggilanya dua tahun ini. Sesudah dia bangkit dari terbakar itu, dia makin 'menggila' bukan trauma dari kakinya terbakar," ujar Uci. 

Tak mau sekolah

Uci mengatakan, ARY tidak pernah mau bersekolah. Bocah ini sempat dimasukkan ke PAUD, tapi hanya bertahan empat bulan karena benar-benar tidak mau belahar di sekolah.

Padahal, jika di rumah, anaknya mau belajar. Di sekolah, guru ARY sering kewalahan mengajaknya masuk untuk belajar. 

Hal yang dilakukan ARY di sekolah adalah memperhatikan sepeda motor gurunya.

Guru sudah membujuk ARY dengan berbagai cara, mulai dari yang halus sampai yang kasar. Namun, ARY tetap bergeming.

"Dibujuk enggak mau, dikasari enggak mau juga. Serba salah anak ini, susah," kata dia.

Beli bensin atau ambil dari sepeda motor

Untuk mendapatkan bensin, ARY melakukan berbagai cara. Jika punya uang, ARY akan membeli bensin kemudian meminumnya di tempat yang dia rasa aman dan nyaman.

Kadang bensin tidak langsung dihabiskan. Cairan itu disimpan untuk diminum nanti.

Beberapa orang penjual bensin di sekitar rumah ARY tidak lagi memberikan ARY bensin karena sudah mengetahui kebiasaanya. 

"Tapi kan enggak semua orang tahu kebiasaannya. Kadang dia juga bilang beli untuk kereta (sepeda motor) ayahnya, jadi dikasihkan lah. Dan saat membeli pun, dia curi-curi kesempatan pas kita lengah, lari aja itu dari rumah," kata Uci.

Begitupun ketika tidak punya uang untuk membeli bensin. ARY nekat mengambil dari sepeda motor.

Dia mengaku heran bagaimana anaknya mengetahui cara mencabut selang minyak sepeda motor tersebut.

 

Dia menduga ada yang memberitahu kemudian dilakukan ARY terus menerus.

Uci sudah sering mengganti bensin orang yang mengaku bensin di sepeda motornya diambil ARY. 

ARY Ingin bebas dan kabur dari rumah

Jika sedang tidak bekerja, Uci selalu bersama anaknya di dalam rumah dan pintu selalu ditutup.

Begitupun ketika anaknya ingin bermain di luar rumah, selalu dalam pantauan.

Hal tersebut dilakukan karena ARY selalu ingin pergi dari rumah.

"Saya tutup pintu, menjaga dia jangan keluar. Karena kalau dia keluar, dia enggak pernah mau pulang. Dia ikuti ke mana arah kakinya, ke situ dia. Dia sempat pergi jauh. Nanti pergi dengan pakaian lengkap, nanti pulangnya enggak lengkap lagi. Pernah dia pergi sampai ke Bendang, Kapias, Koramil 17, Sungai Dua, Batu Lima. Itu jauh kali dari rumah," ujar Uci. 

Beruntung, di sejumlah daerah masih banyak yang mengenali ARY.

Kejadian terakhir pada Jumat pekan lalu. Pada malam sebelumnya, Uci yang bekerja sebagai penata rias pengantin pulang pukul 01.00 WIB dan tidur pukul 01.30 WIB. Dia bangun pukul 06.00 WIB.

Saat bangun, Uci menyadari anaknya sudah tidak ada di rumah. Seisi rumah bingung dan kesulitan mencari ARY. 

"Jadi saya pun mau lapor polisi percuma karena belum 24 jam, saya bingung. Kalau anak normal saya tunggu sampai balik. Tapi ini kan enggak anak normal. Saking bingungnya, mau tak mau, malu tak malu saya unggah di Facebook saya dan selang setengah jam ada yang kasih tahu keberadaannya," kata Uci. 

Saat Uci menuju lokasi yang dimaksud, orangtua adik iparnya melihat ARY berada di Jalan Sudirman, tepatnya di depan kantor Kejaksaan Negeri Tanjung Balai.

Saat akan dijemput, ARY menyeberang tanpa peduli lalu lalang kendaraan. Saat itu, ARY sedang memegang botol berisi bensin. 

"Di situ pakaian dan badannya bau parit. Entah disiram pakai air parit atau dimasukkan ke parit lah. Udah itu mulutnya bengkak dan ada bekas tamparan di pipinya. Saya sebagai orangtua mau kek manapun kekurangannya, saya sangat sedih. Kok sampai hati kali lah gitu. Tapi iya lah, mungkin orang khilaf atau dia buat kesalahan," kata Uci. 

Uci menyerah

Uci mengaku kadang menyerah dengan keadaan ARY.

Bahkan pernah terlintas di benak Uci, dia rela ARY "dipanggil" Tuhan jika benar Tuhan menyayangi anaknya itu.

 

"Orang kadang bilang dikurung lah. Orang yang tak mengalami yang saya alami mudah bicara. Ini sangat berat, kadang saya menyerah. Gini, kalau Tuhan sayang dengan dia, udah lah ambil lah dia. Hanya saja, saya minta jangan sempat dia enggak nampak sama saya. Kalau mau ambil nyawa dia, ambil di depan saya. Karena saya rasa penderitaan dia itu cukup banyak," kata Uci. 

Anak lainnya normal

ARY merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. Empat anak Uci tumbuh normal.

Satu di antaranya meninggal dunia. Kakak ARY yang paling besar sudah duduk di bangku SMA.

Kemudian saudara ARY lainnya sudah masuk SMP dan adiknya yang paling kecil berusia tiga tahun kini sudah lebih jelas ketika berbicara.

Berbagai pengobatan dari obat kampung sampai rumah sakit sudah dilakukan. Namun, hasilnya nihil.

"Harapan saya, mudah-mudahan ada yang bantu kami supaya anak saya sembuh, normal, bisa sekolah seperti anak lainnya. (supaya) Dia enggak terpikir lagi dengan kecanduan bensin. Kalau lah ada yang bisa bantu, cuma Allah yang bisa balas. Saya tak bisa balas," ucap Uci. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rumah Terbakar di Kampar, Korban Sempat Selamatkan Sepeda Motor Saat Tabung Gas Meledak

Rumah Terbakar di Kampar, Korban Sempat Selamatkan Sepeda Motor Saat Tabung Gas Meledak

Regional
Berpotensi Jadi Tersangka, Polisi Buru Sopir Bus ALS yang Tewaskan 1 Penumpang di Agam

Berpotensi Jadi Tersangka, Polisi Buru Sopir Bus ALS yang Tewaskan 1 Penumpang di Agam

Regional
Prakiraan Cuaca Balikpapan Hari Ini Sabtu 20 April 2024, dan Besok : Pagi ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Balikpapan Hari Ini Sabtu 20 April 2024, dan Besok : Pagi ini Cerah Berawan

Regional
Prakiraan Cuaca Morowali Hari Ini Sabtu 20 April 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Morowali Hari Ini Sabtu 20 April 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Regional
Prakiraan Cuaca Batam Hari Ini Sabtu 20 April 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Petir

Prakiraan Cuaca Batam Hari Ini Sabtu 20 April 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Petir

Regional
[POPULER NUSANTARA] Penemuan Kerangka Manusia di Gunung Slamet | Penipuan Katering Buka Puasa di Masjid Sheikh Zayed

[POPULER NUSANTARA] Penemuan Kerangka Manusia di Gunung Slamet | Penipuan Katering Buka Puasa di Masjid Sheikh Zayed

Regional
4.299 Hektare Sawah Gagal Panen Selama Banjir Demak, Produksi Beras Terancam Menurun Tahun Ini

4.299 Hektare Sawah Gagal Panen Selama Banjir Demak, Produksi Beras Terancam Menurun Tahun Ini

Regional
Curhat Korban Penipuan Katering Masjid Syeikh Zayed, Pelaku Orang Dekat dan Bingung Lunasi Utang

Curhat Korban Penipuan Katering Masjid Syeikh Zayed, Pelaku Orang Dekat dan Bingung Lunasi Utang

Regional
Imbas Erupsi Gunung Ruang, Bandara Sam Ratulangi Manado Ditutup hingga Besok

Imbas Erupsi Gunung Ruang, Bandara Sam Ratulangi Manado Ditutup hingga Besok

Regional
Calon Gubernur-Wagub Babel Jalur Perseorangan Harus Kumpulkan 106.443 Dukungan

Calon Gubernur-Wagub Babel Jalur Perseorangan Harus Kumpulkan 106.443 Dukungan

Regional
Keuchik Demo di Kantor Gubernur Aceh, Minta Masa Jabatannya Ikut Jadi 8 Tahun

Keuchik Demo di Kantor Gubernur Aceh, Minta Masa Jabatannya Ikut Jadi 8 Tahun

Regional
Hilang sejak Malam Takbiran, Wanita Ditemukan Tewas Tertutup Plastik di Sukoharjo

Hilang sejak Malam Takbiran, Wanita Ditemukan Tewas Tertutup Plastik di Sukoharjo

Regional
Diduga Janjikan Rp 200.000 kepada Pemilih, Caleg di Dumai Bakal Diadili

Diduga Janjikan Rp 200.000 kepada Pemilih, Caleg di Dumai Bakal Diadili

Regional
39 Perusahaan Belum Bayar THR Lebaran, Wali Kota Semarang: THR Kewajiban

39 Perusahaan Belum Bayar THR Lebaran, Wali Kota Semarang: THR Kewajiban

Regional
Gadaikan Motor Teman demi Kencan dengan Pacar, Pri di Sumbawa Dibekuk Polisi

Gadaikan Motor Teman demi Kencan dengan Pacar, Pri di Sumbawa Dibekuk Polisi

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com