PONTIANAK, KOMPAS.com – Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) menuai penolakan karena dianggap mencekik pemilik kapal dan nelayan.
Anggota Komisi IV DPR RI Daniel Johan menilai, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ingin mempersulit para nelayan Indonesia dengan PP tersebut.
“Intinya sikap saya kalau KKP tidak bisa membantu nelayan, minimal jangan malah mempersulit,” kata Daniel kepada Kompas.com, Kamis (23/9/2021).
Baca juga: Ratusan Kapal Tangkap Ikan di Kalbar Tidak Melaut jika PP Nomor 85 Tetap Diterapkan
Menurut Daniel, selama ini KKP masih belum membuat perikanan di Indonesia menjadi maju, hanya bisa membuat aturan menaikan tariff PBNP di tengah masa sulit.
“Jangan bisanya hanya memberikan pajak kepada rakyat di tengah dunia perikanan babak belur dan banyak yang bangkrut selama lima tahun ini,” ucap Daniel.
Daniel berjanji akan segera mendengarkan secara langsung keberatan dan masukan dari pelaku usaha agar bisa diperjuangkan.
“Saya belum mendapat masukan secara langsung, baru baca di media. Nanti kita akan dengarkan secara langsung keberatan-keberatan dan masukan-masukan para pelaku untuk kita suarakan dan perjuangkan,” pungkas Daniel.
Baca juga: Dianggap Memberatkan, Para Pemilik Kapal Tangkap di Kalbar Tolak PP Nomor 85
Diberitakan sebelumnya, sebanyak 33 orang yang tergabung dalam perhimpunan pemilik kapal perikanan tangkap Kalimantan Barat (Kalbar) mengancam akan menghentikan operasional jika pemerintah tetap memberlakukan PP Nomor 85.
“Jika pemerintah melaksanakan dan memaksakan PP Nomor 85 Tahun 2021, maka (kami) pemilik kapal akan menghentikan operasional kapal perikanan penangkap ikan,” kata perwakilan perhimpunan pemilik kapal perikanan tangkap Kalbar Cin Cung alias Atong kepada wartawan, Rabu (22/9/2021).
Atong mengklaim, sebanyak 33 orang yang tergabung dalam perhimpunan pemilik kapal perikanan tangkap memiliki ratusan kapal pencari ikan di laut Kalbar dan Natuna.
“Apabila terjadi penghentian operasional kapal, maka akan terjadi pengangguran massal di sektor perikanan tangkap,” ucap Atong.
Menurut Atong, sampai dengan saat ini, pihaknya masih menunggu respons pemerintah pusat terkait sikap penolakan ini.
“Kami juga telah diundang pemerintah dalam kegiatan FGD tentang harmonisasi perizinan pusat dan daerah. Lalu tentang pengelolaan sumber daya ikan. Kami merasa tidak sanggup memperpanjang izin dengan kenaikan 150 hingga 400 persen,” ucap Atong.
Maka dari itu, tegas Atong, sebanyak 33 orang yang tergabung dalam perhimpunan tersebut meminta pemerintah pusat mengkaji ulang peraturan tersebut.
“Pemilik kapal tidak mampu memperpanjang izin kapal, dikarenakan kenaikan tarif PNBP mencapai 150 sampai 400 persen,” ungkap Atong.