KOMPAS.com - Seorang model berinisial AZ melapor ke Polresta Malang Kota, Jumat (20/8/2021) terkait kasus dugaan kejahatan fetish.
Kasus fetish di Malang tersebut mencuat setelah seorang model, JT membuat kronologi dugaan kejahatan fetish di utas akun Twitternya.
Diduga ada 15 model yang menjadi korban fetish. Namun ada tiga korban yang resmi melapor ke Polresta Malang Kota.
Foto para model yang menggunakan mukenah diunggah di akun Twitter yang diduga fetish.
Kasus tersebut berawal saat para model menjalani sesi foto untuk promo produk mukena toko online GM. Belakangan diketahui toko online itu milik D.
Baca juga: Hasil Pemeriksaan Psikolog, Terlapor di Malang Akui Idap Fetish Sejak Kelas 4 SD
Jajaran Polresta Malang Kota sudah memeriksa terlapor berinisial D. Dari hasil pemeriksaan, polisi tak menemukan unsur pidana dalam kasus fetish tersebut.
Menurut Kapolresta Malang Kota, AKBP Budi Hermanto, polisi telah bekerja sama dengan Kominfo hingga ahli bahasa.
Hasilnya tak ada unsur pidana terhadap unggahan tersebut. Ia mengatakan kasus tersebut akan beda jika terlapor mengedit foto model yang diunggahnya.
"Tetapi foto tersebut tidak diubah wujudnya. Kecuali foto pakai mukena itu kemudian diedit tidak pakai pakaian atau dalam kondisi telanjang, maka itu UU ITE sudah jelas," ungkapnya, Jumat (17/9/2021).
Baca juga: Polisi Hentikan Penyelidikan Kasus Fetish di Malang, Terlapor Akan Jalani Terapi Psikologis
"(Hasil analisis dari ahli bahasa) menerangkan bahwa bahasa atau tulisan tersebut belum masuk asusila atau pornografi atau penghinaan karena terputus," tambah dia.
Budi mengatakan, D juga telah mengakui perbuatan seperti yang dilaporkan oleh para model mukena.
"Yang bersangkutan kooperatif dan mengakui perbuatannya. Makanya, nanti jika memang ada unsur pidana dari pemeriksaan akan kami proses terkait unsur pidananya," katanya.
Lantaran belum ada unsur pidana yang ditemukan, pihaknya menghentikan penyelidikan terhadap kasus tersebut.
"Apabila ini adalah suatu tindak pidana, pasti kita tindaklanjuti. Tapi kalau ini bukan termasuk dalam tindak pidana, terpaksa kita hentikan," jelasnya.
Baca juga: Polisi Belum Temukan Unsur Pidana Terkait Dugaan Fetish di Malang meski Terlapor Akui Perbuatannya
Hal tersebut diungkapkan psikolog, Sayekti Pribadiningtyas. Menurutnya D sudah melakukan terapi psikologis sejak masih SD.
"Saya telah memeriksa psikologis terhadap saudara D. Setelah dilanjutkan pemeriksaan dapat disimpulkan bahwa D mengidap gangguan fetishisme mukena yang diidap sejak kelas 4 SD," kata Sayekti.
Baca juga: Polisi: Laporan Kasus Fetish di Malang Unik, Butuh Analisis Mendalam
Namun terapi tersebut tidak maksimal sehingga D tetap memiliki hasrat pada mukena dari kain satin.
"D melakukan pemenuhan hasrat dengan mukena dan tidak mampu menahan fetisnya tersebut. Secara spesifik D menyukai mukena yang berasal dari kain satin," jelasnya.
Saat ini D akan melakukan terapi psikologis untuk menyembuhkan kelainannya itu.
"Saudara D memerlukan terapi dan intervensi psikologis secara mendalam. Membutuhkan waktu yang kontinu dan panjang," kata Sayekti.
Baca juga: Ahli ITE dan Bahasa Dilibatkan Usut Kasus Belasan Model Diduga Jadi Korban Fetish
Sementara itu D yang hadir saat konfrensi pers itu meminta maaf atas perbuatanya.
"Saya tidak ada maksud apapun dan saya minta maaf secara pribadi kepada para model yang fotonya saya posting di akun selfie mukena," kata D
SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Andi Hartik | Editor : Dheri Agriesta. Pythag Kurniati, Priska Sari Pratiwi)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.