Setelah bersepakat, sejumlah orang ditunjuk menjadi Wunang untuk mengundang seluruh keluarga besar dan kerabat.
Sebelum berangkat, para Wunang diberikan petunjuk terkait tata cara menyampaikan undangan secara adat.
Wunang juga membawakan Kawuku (barang tertentu sesuai dengan kepantasan yang harus diberikan) kepada keluarga atau kerabat yang akan diundang.
Wunang akan membawakan Mamuli untuk keluarga dengan pangkat paman (Yera) dari orang yang meninggal tersebut.
Baca juga: Nelayan Asal Sabu Raijua yang Hilang Ditemukan Selamat di Ujung Selatan Pulau Sumba
Mamuli merupakan perhiasan penting yang biasanya terbuat dari kuningan, tembaga atau emas, dalam adat Sumba yang menjadi simbol rahim wanita, sebagai tanda kesuburan. Biasanya diberikan oleh pihak laki-laki kepada perempuan saat melamar.
Berbentuk dasar seperti lambang omega, mamuli dapat dikreasikan dengan berbagai motif hias yang biasanya dijual massal di pasar untuk bros, liontin kalung, atau anting.
Sementara untuk keluarga dengan pangkat La Yea (anak mantu) akan dibawakan kain tenun ikat.
Upacara Penguburan
Keluarga atau kerabat dari jauh biasanya sudah datang sehari sebelum upacara penguburan atau Lodu Taningu. Namun, pada umumnya mereka datang pada hari pemakaman.
Prosesi penguburan dimulai dengan upacara Papanapangu (penyambutan).
Dalam upacara tersebut, pihak keluarga yang berduka membunyikan gong dan tambur untuk menyambut para undangan.
Baca juga: Motor Dibawa Kabur Selingkuhan, Wanita Ini Ngaku ke Suami Dibegal, Buat Laporan Palsu lalu Ditangkap
Mereka juga memberikan pelayanan pertama dengan menyuguhkan sirih dan pinang kepada para tamu. Saat itu, para penjaga jenazah harus menangis dengan memperkeras suaranya.
Kemudian, masing-masing kelompok diwakili Wunang menyampaikan pernyataan bahwa mereka telah tiba sambil menyerahkan barang bawaan (Pangandi).
Untuk kelompok dengan pangkat La Yea (anak mantu) membawakan Pangandi berupa sebuah Mamuli yang terbuat dari bahan emas, seutas Lulu Amahu, dan dua ternak kuda yang berusia tua. Sementara, pihak Yera (paman) membawakan dua lembar kain tenun ikat.
Kemudian, semua perempuan yang ikut dalam setiap rombongan undangan melakukan Padudurungu (meratap atau menangis) di dekat peti jenazah.