Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kekhawatiran di Balik Sertifikasi Tanah Desa oleh Keraton Yogyakarta (1)

Kompas.com - 20/09/2021, 17:35 WIB
Irawan Sapto Adhi,
Pythag Kurniati

Tim Redaksi

 

Penolakan program penatausahaan tanah kasultanan juga dilakukan Kasi Pemerintah Desa Maguwoharjo, Kapanewon Depok, Kabupaten Sleman, Danang Wahyu.

Apalagi mayoritas lokasi tanah desa strategis sehingga menjadi daya tarik pengusaha untuk berinvestasi.

PAD Maguwoharjo pada 2020 pun mencapai Rp 1 miliar yang bisa dimanfaatkan untuk pelaksanaan program kesejahteraan warga.

Danang tidak mau kelak pendapatan asli desa berkurang karena kepemilikan aset tidak lagi menjadi kewenangan desa, melainkan kasultanan.

“Kami enggak mau. Maguwoharjo tidak usah (sertifikat tanah desa diubah). Hal yang sudah direncanakan desa bisa kalah dengan kepentingan (kasultanan),” kata dia, Rabu (5/5/2021).

Baca juga: Teror Bom Molotov di Kantor LBH Yogyakarta, 2 CCTV Rusak, Tetangga Tak Dengar Suara Keributan

Tak diambil, hanya tata ulang

Sementara itu, Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (PHPT) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Pusat (ATR/BPN Pusat) Suyus Windayana menjelaskan, sertifikasi ulang tanah desa di DIY dilakukan atas amanat Undang-undang (UU) Nomor 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (UUK) dan Perdais Pertanahan.

Menurut dia, program ini hanya menyentuh ranah pencatatan saja, bahwa tanah desa yang dikelola pemerintah desa berdasarkan hak anggaduh adalah tanah kasultanan atau kadipaten, sedangkan pengelolaannya tetap oleh pemerintah desa.

“Sebetulnya tidak ada maksud kasultanan mengambil tanah,” kaya Suyus saat diwawancara secara daring, Senin (5/7/2021).

Dia didampingi Direktur Pengaturan Pendaftaran Tanah dan Ruang Kementerian ATR/BPN, Dwi Purnama dan Direktur Pengukuran dan Pemetaan Kadastral Kementerian ATR/BPN, Tri Wibisono.

Dwi Purnama menambahkan, dengan penerbitan UU Keistimewaan, kasultanan dan kadipaten menjadi badan hukum yang memiliki hak milik atas tanah.

Sementara berdasarkan Perdais Pertanahan, tanah desa yang sudah bersertifikat atas nama desa dan asal usulnya merupakan tanah kasultanan dan kadipaten wajib disesuaikan menjadi tanah hak milik kasultanan dan kadipaten.

Baca juga: YLBHI dan 16 Kantornya Kutuk Teror Bom Molotov di Kantor LBH Yogyakarta

Senada, Staf Tepas Panitikismo Keraton Yogyakarta, Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Suryo Satriyanto, menyebutkan, sertifikasi ulang tanah desa di DIY dilakukan karena tidak sesuai dengan sejarah.

Lantaran sebelum ada UU Keistimewaan, berdasar kesepakatan bersama antara Pemda DIY, pemdes, serta BPN, sertifikat tanah desa yang dikeluarkan berbunyi “hak pakai desa di atas tanah negara”.

“Itu kan secara kesejarahan tidak betul. Makanya ini (tanah desa) mau disertifikasi kembali. Tanah-tanah desa yang sudah sertifikasi di atas tanah negara akan disesuaikan menjadi di atas tanah milik kasultanan (dan kadipaten). Tanah-tanah desa yang belum bersertifikat akan diatasnamakan kasultanan (atau kadipaten),” ujar Suryo saat ditemui di Pasar Kebon Empring, Piyungan, Bantul, Selasa (24/5/2021).

Namun Ratu Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas, membantah program sertifikasi tanah desa di DIY menjadi milik kasultanan dan kadipaten untuk mengambil kembali tanah desa menjadi milik kasultanan atau kadipaten.

Dia bahkan tidak sepakat program tersebut dikatakan sebagai program sertifikasi tanah desa menjadi tanah kasultanan dan kadipaten.

“Oh enggak seperti itu pengertiannya. Kami ini tidak mengambil kembali, bukan mensertifikasi juga, tetapi kami menata kembali. Bentuknya pendataan,” kata dia saat ditemui usai menghadiri jumpa pers kegiatan Gerakan Kemanusiaan Republik (GKR) Indonesia di Rumah Makan Bale Raos, Magangan, Keraton Yogyakarta, Jumat (27/8/2021).

Baca juga: PTM Terbatas di SMP Negeri 5 Yogyakarta Hanya 3 Jam, Satu Mata Pelajaran 30 Menit

Sementara, apabila mengacu pada Pasal 11 Pergub Nomor 34 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Tanah Desa, program penatausahaan tanah kasultanan dan kadipaten dilakukan dengan cara tanah desa disertifikatkan atas nama pemerintah desa dengan status hak pakai di atas tanah milik kasultanan

Hemas juga menyatakan, tidak ada maksud dan tujuan apa pun terkait tujuan program penatausahaan tanah milik kasultanan atau kadipaten di DIY yang menyasar tanah desa.

Menurut dia, keraton hanya ingin mendata tanah-tanah desa yang menjadi milik keraton.

“Selama ini kan memang belum terverifikasi. Kami mendata saja yang selama ini belum kami lengkapi dari periode ke periode. Zamannya Romo Hadijoyo, kemudian Mas Hadiwinoto (para Penghageng Tepas Panitikismo), dan berikutnya perlu terus-menerus,” jelas dia.

Hemas memastikan, pengelolaan tanah desa di DIY akan tetap berada di tangan pemerintah desa meski telah disertifikatkan atas nama pemerintah desa dengan status hak pakai di atas tanah milik kasultanan atau kadipaten.

“Oh ya masih tetap (dikelola oleh pemerintah desa). Tinggal nanti aturannya mungkin akan diperbaharui,” ungkap Hemas sembari menambahkan perubahan aturan ada setiap periode.

Baca juga: Polisi Sudah Periksa 4 Saksi Teror Bom Molotov di LBH Yogyakarta

Sementara itu, anggota Tim Hukum Keraton Yogyakarta Achiel Suyanto menyampaikan, program sertifikasi tanah desa dan penyesuaian sertifikat tanah desa di DIY menjadi milik kasultanan dan kadipaten dijalankan sebagai upaya tertib hukum.

Menurut dia, berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok Agraria (UUPA), semua tanah di Indonesia harus disertifikatkan, termasuk tanah kasultanan maupun kadipaten.

Keraton Yogyakarta kemudian bekerja sama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk menjalankan program tersebut.

“Jadi ada kepastian hukum. Jika ada pertanyaan, lah ini lahan punya siapa? (bisa dijawab) Punya kasultanan. Ketika ditanya lagi mana buktinya. (bisa dijawab) Ini sertifikatnya. Kan begitu,” jelas Achiel saat diwawancara, Rabu (1/9/2021).

Dia menyebutkan, program sertifikasi tanah desa dan penyesuaian sertifikat tanah desa di DIY menjadi milik kasultanan dan kadipaten baru dijalankan belakangan ini karena menyesuaikan dengan ketersediaan anggaran.

Achiel mengatakan program ini dijalankan dengan memanfaatkan dana keistimewaan (danais).

“Kalau dulu mungkin enggak pernah disertifikatkan karena adat enggak ada biayanya. Menyertifikatkan itu kan juga tidak sedikit biayanya. Sekarang pun diprogram per tahun, enggak bisa sekaligus puluhan ribu sertifikat,” ujar dia.

Disinggung soal ada kekhawatiran dari masyarakat atau perangkat desa akan dampak program sertifikasi tanah desa tersebut, Achiel meminta siapa saja untuk tidak berpikir bahwa tanah desa akan diambil oleh kasultanan atau kadipaten.

Baca juga: Banyak Motor Tidak Kuat Nanjak di Tanjakan Cinomati Yogyakarta, Ini Penyebabnya

Menurut dia, lewat program itu, kasultanan dan kadipaten hanya ingin menegaskan status hukum tanah desa berdasarkan hak anggaduh adalah milik kasultanan atau kadipaten.

Sertifikasi tanah desa hanya menyasar tanah desa yang asal usulnya dari kasultanan atau kadipaten dengan hak anggaduh

Jika tanah desa diperoleh pemerintah desa dari sumber lain, misalnya pembelian tanah hak milik dari pihak lain dengan dana desa, maka tidak akan disertifikasi menjadi tanah milik kasultanan atau kadipaten.

“Tanah desa (di DIY) bukan berarti milik desa. Kan dulu tanah desa itu banyak yang tanah kasultanan (atau kadipaten). Sekarang disertifikatkan di atas tanah kasultanan (dan kadipaten), nanti diberikan hak pakai atau hak guna bangunan kepada yang memanfaatkan. Kalau yang memanfaatkan desa, ya kepada desa,” tutur Achiel.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Calon Gubernur-Wagub Babel Jalur Perseorangan Harus Kumpulkan 106.443 Dukungan

Calon Gubernur-Wagub Babel Jalur Perseorangan Harus Kumpulkan 106.443 Dukungan

Regional
Keuchik Demo di Kantor Gubernur Aceh, Minta Masa Jabatannya Ikut Jadi 8 Tahun

Keuchik Demo di Kantor Gubernur Aceh, Minta Masa Jabatannya Ikut Jadi 8 Tahun

Regional
Hilang sejak Malam Takbiran, Wanita Ditemukan Tewas Tertutup Plastik di Sukoharjo

Hilang sejak Malam Takbiran, Wanita Ditemukan Tewas Tertutup Plastik di Sukoharjo

Regional
Diduga Janjikan Rp 200.000 kepada Pemilih, Caleg di Dumai Bakal Diadili

Diduga Janjikan Rp 200.000 kepada Pemilih, Caleg di Dumai Bakal Diadili

Regional
39 Perusahaan Belum Bayar THR Lebaran, Wali Kota Semarang: THR Kewajiban

39 Perusahaan Belum Bayar THR Lebaran, Wali Kota Semarang: THR Kewajiban

Regional
Gadaikan Motor Teman demi Kencan dengan Pacar, Pri di Sumbawa Dibekuk Polisi

Gadaikan Motor Teman demi Kencan dengan Pacar, Pri di Sumbawa Dibekuk Polisi

Regional
Digigit Anjing Tetangga, Warga Sikka Dilarikan ke Puskesmas

Digigit Anjing Tetangga, Warga Sikka Dilarikan ke Puskesmas

Regional
Elpiji 3 Kg di Kota Semarang Langka, Harganya Tembus Rp 30.000

Elpiji 3 Kg di Kota Semarang Langka, Harganya Tembus Rp 30.000

Regional
Motor Dibegal di Kemranjen Banyumas, Pelajar Ini Dapat HP Pelaku

Motor Dibegal di Kemranjen Banyumas, Pelajar Ini Dapat HP Pelaku

Regional
Penipuan Katering Buka Puasa, Pihak Masjid Sheikh Zayed Solo Buka Suara

Penipuan Katering Buka Puasa, Pihak Masjid Sheikh Zayed Solo Buka Suara

Regional
Setelah 2 Tahun Buron, Pemerkosa Pacar di Riau Akhirnya Ditangkap

Setelah 2 Tahun Buron, Pemerkosa Pacar di Riau Akhirnya Ditangkap

Regional
Cemburu, Pria di Cilacap Siram Istri Siri dengan Air Keras hingga Luka Bakar Serius

Cemburu, Pria di Cilacap Siram Istri Siri dengan Air Keras hingga Luka Bakar Serius

Regional
Buntut Kasus Korupsi Retribusi Tambang Pasir, Kades di Magelang Diberhentikan Sementara

Buntut Kasus Korupsi Retribusi Tambang Pasir, Kades di Magelang Diberhentikan Sementara

Regional
Nasib Pilu Nakes Diperkosa 3 Pria di Simalungun, 5 Bulan Pelaku Baru Berhasil Ditangkap

Nasib Pilu Nakes Diperkosa 3 Pria di Simalungun, 5 Bulan Pelaku Baru Berhasil Ditangkap

Regional
Kepsek SMK di Nias Bantah Aniaya Siswanya sampai Tewas, Sebut Hanya Membina

Kepsek SMK di Nias Bantah Aniaya Siswanya sampai Tewas, Sebut Hanya Membina

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com