Tulisan ini merupakan bagian pertama hasil peliputan Kompas.com bersama Tirto.id, Jaring, Suara.com, dan Project Multatuli dalam proyek Liputan Kolaborasi Investigasi Isu Agraria yang digelar oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta.
YOGYAKARTA, KOMPAS.com – Carik Srimulyo, Nurjayanto, termasuk perwakilan perangkat Desa Srimulyo yang sering mengikuti rapat penyelesaian masalah sewa tanah desa dengan PT Yogyakarta Isti Parama (YIP).
Sejak 2019, dia beberapa kali ikut mediasi yang difasilitasi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul maupun Pemerintah Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemda DIY).
Salah satunya, bersama kuasa hukum Pemdes Srimulyo, Muhammad Yusron Rusdiono, Nurjayanto ikut rapat tertutup yang dihadiri Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X di Kompleks Kepatihan pada 2020.
Mantan Bupati Bantul Soeharsono, Sekda Bantul Helmi, dan Kepala Dinas Koperasi, UKM, dan Perindustrian Bantul Agus Sulistyana, serta Eddy Margo Ghozali juga turut serta.
Di sana, Nurjayanto mendengar awal mula Sultan menugaskan Inspektorat DIY membantu mengatasi persoalan sewa tanah Desa Srimulyo.
Baca juga: Wajah Keraton Dalam Pemanfaatan Tanah di Yogyakarta (1)
Pemdes dan YIP diminta untuk menyiapkan data-data terkait proses investigasi tersebut.
Dalam rapat itu pula, menurut Nurjayanto, Sultan tiba-tiba menyampaikan unek-unek mengenainya sebagai gubernur dan raja beserta keluarganya tidak dilibatkan di Kawasan Industri Piyungan, termasuk soal keberadaan YIP di sana.
“Maksudnya apa, penegasan apa, kami tidak tahu. Kami juga tidak pernah melontarkan pertanyaan terkait itu. Jadi langsung disampaikan saja oleh gubernur dalam rapat,” jelas dia.
Tidak ada peserta rapat yang berani bertanya atau menanggapi pernyataan Sultan. Yusron juga menyampaikan kesaksian senada.
“Sultan tegas mengatakan di pembukaannya, saya tidak kenal siapa Eddy, ini tidak ada urusannya dengan keluarga saya. Kalimat itu muncul. Tapi kami tidak tahu apa maksudnya,” tutur Yusron saat ditemui di Ponpes Ibnu Qoyyim Bantul, 22 Mei 2021.
Informasi yang beredar, YIP berani tidak membayar sewa tanah desa diduga karena punya kedekatan dengan kerabat kasultanan.
Ada dugaan YIP masuk dalam proyek Kawasan Industri Piyungan (KIP) melalui perantara Kanjeng Pangeran Harjo (KPH) Wironegoro, yakni suami dari Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Mangkubumi, putri pertama Sultan.
Wironegoro menjabat sebagai Penghageng Parentah Hageng di Keraton Ngayogyakarta Hadiningat.
Baca juga: Wajah Keraton dalam Pemanfaatan Tanah di Yogyakarta (3)
Tanggung jawab yang diembannya adalah mengelola sumber daya manusia (SDM) istana. Dalam rapat tersebut, Sultan diduga mengklarifikasi atas kabar yang tersiar.
“Tapi saya sendiri belum pernah melihat atau bertemu (dengan Wironegoro) langsung selama ini,” aku Lurah Srimulyo, Wajiran.
Nurjayanto juga sempat mendengar kabar itu. Namun dia kurang tahu pasti apa peran Wironegoro dalam pengembangan KIP maupun keberadaan YIP.
“Saya sempat dengar, tapi valid atau tidak saya kurang bisa meyakini,” ujarnya.
Selain Sultan, anak keduanya, GKR Condrokirono, juga sempat hadir dalam sebuah rapat pembahasan persoalan sewa tanah Desa Srimulyo oleh YIP.
Di Keraton, Condrokirono menjabat sebagai Penghageng Kawedanan Hageng Panitrapura atau semacam Sekretaris Negara di keraton.
“Dari sekian pertemuan yang membahas sewa YIP, saya hanya sekali bertemu Gusti Condro. Biasanya hanya dihadiri perwakilan Panitikismo lainnya,” kata dia.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.