Kerugian mencapai Rp 8 juta per hari
Sarudin menuturkan, anjloknya harga telur di tingkat peternak ini mengakibatkan kerugian yang cukup besar, bisa mencapai Rp 8 juta per hari.
Dengan perhitungan sederhana, harga telur di pasaran per kilogram saat ini mencapai Rp 15.000 - Rp 17.000 dari harga normal Rp 21.000.
Sehingga ada pengurangan yang dialami peternak mencapai Rp 4.000 - Rp 6.000 per kilogram.
Jika diambil rata-rata produksi telur per hari mencapai 2 ton, dengan harga normal seharusnya bisa didapat angka Rp 42 juta bagi peternak.
Tetapi, dengan harga, misalnya Rp 17.000 per kilogram, hanya didapat angka Rp 34 juta. Sehingga, ada selisih Rp 8 juta.
“Ditambah lagi harga pakan naik, nggak ketemu untuk biaya produksi,” kata Sarudin.
Masyarakat masih sanggup beli harga normal
Sementara itu, Modesta Nur Mentari (Tari), peternak ayam petelur di Pringsewu mengatakan, dalam kondisi sekarang sebenarnya masyarakat masih mampu membeli dengan harga normal di kisaran Rp 20.000 – Rp 21.000 per kilogram.
“Hanya karena dibiasakan ada yang jual murah dan monopoli harga sehingga peternak yang menanggung beban produksi apalagi sekarang pakan naik,” kata Tari.
Tari menilai, harga telur bisa ditekan tidak terlalu murah jika agen tidak membeli dengan harga potongan yang dibawah standar, yakni kisaran Rp 17.000 – Rp 19.000 per kilogram.
“Seharusnya di saat pandemi sekarang ini, agen membeli harga posko (harga peternak), bukan harga potongan,” kata Tari.
Jika agen sudah menjual murah seperti yang terjadi sekarang, kata Tari, sudah tentu harga yang diterima peternak lebih rendah dari itu.
“Yang paling rugi tentunya peternak kecil yang populasi ternaknya di bawah 3.000 ekor seperti saya. Jadi seharusnya agen ikut membantulah,” kata Tari.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.