BANDUNG, KOMPAS.com - Nama Rihan Firdaus muncul ke permukaan belum lama ini. Ia menjadi korban pemalakan dan penganiayaan di saat sedang bekerja sebagai sopir bus jurusan Bandung-Garut.
Siapa sangka Rihan merupakan atlet disabilitas peraih dua perunggu dalam ajang Porda Jabar 2018 di Bogor.
"Saya dapat dua perunggu dari kelas lari 200 meter dan 400 meter," ujar Rihan saat dihubungi Kompas.com melalui telepon seluler, Jumat (18/9/2021) malam.
Baca juga: Atlet Disabilitas Dipalak dan Dianiaya Preman Terminal Cicaheum
Rihan menceritakan perjalanan hidupnya hingga menjadi atlet disabilitas.
Karena keterbatasan ekonomi, Rihan hanya sekolah hingga kelas 1 SMP. Rihan yang cacat di salah satu tangannya sejak lahir mengalami kecelakaan motor tahun 1996.
Saat itu, motor yang dikendarainya bertabrakan dengan mobil. Hal ini membuat salah satu kakinya cacat.
"Kaki saya jadi pendek sebelah," tutur Rihan.
Tak ingin meratapi nasib, Rihan tetap berjuang untuk bertahan hidup.
Hingga beberapa tahun kemudian, sekitar tahun 2011, lelaki kelahiran Garut, 2 Agustus 1980 ini menjadi sopir bus.
Kelihaiannya menyopir ini didapat dari sang ayah yang juga berprofesi sebagai sopir.
Menjadi atlet
Ia yang memiliki basic dari tenis meja pun tertarik. Ia kemudian bergabung ke National Paralympic Committee of Indonesia (NPCI) Garut.
Cabang olahraga yang ia masuki adalah atletik dan bola voli duduk.
"Saat saya masuk sedang persiapan untuk menghadapi Porda Bogor tahun 2018," kata ayah dari tiga anak ini.
Sering bentrok kerja jadi sopir dan latihan
Di sela kesibukannya menjadi sopir, ia rajin latihan. Semua program yang diberikan pelatih dilahapnya dengan semangat.
Bahkan ketika jadwal latihan bentrok dengan narik (menyopir), ia akan mencari pengganti sopir agar bisa latihan.
Padahal setiap latihan, ia tidak mendapatkan uang saku. Ada kalanya ia harus membiayai kebutuhan latihan gabungannya sendiri yang digelar sekali sepekan.
"Sekali latihan (gabungan) di Kerkof sekitar Rp 50.000. Untuk beli air mineral, makanan, ongkos, dan lainnya," ucap dia.