Komisaris Utama Christofel Liyanto mengatakan mengenal almarhum Wellem Dethan, suami Mariantji sebagai nasabah terbaik karena disiplin membayar cicilan.
Ia mengenal Wellem lebih dari 10 tahun dan pernah meminjamkan uang pribadinya sebelum Christofel memiliki bank.
Menurut Christofel, almarhum Wellem Dethan dan istrinya Marianji Manafe, dengan penuh kesadaran menandatangani akad kredit di hadapan notaris, hingga akumulasi mencapai Rp 450 juta.
Penandatanganan administrasi keuangan juga disepakati oleh bank dan suami istri itu.
Baca juga: Tes PCR di Lab Biokesmas NTT Ditutup, Ini Alasan Dinkes Kupang
Bahkan, Mariantji mempercayakan suaminya saja yang menandatangani akad kredit.
"Boleh tanya ke istrinya dan dia mengakui itu kalau menerima total kredit Rp 450 juta dan tidak ada masalah," kata Christofel di Kupang, Jumat (17/9/2021).
Masalahnya timbul saat almarhum Wellem Dethan meninggal dan Mariantji lalu memilah-milah.
"Yang almarhum tanda tangan terima duit dan almarhum bayar lunas, dia akui itu. Yang almarhum tanda tangan lalu terima duit dan masih sisa utangnya dia tidak mau," ungkap Christofel.
Baca juga: Oknum Anggota TNI Penganiaya Siswa SD Ditahan di Denpom Kupang
Christofel mengatakan awalnya Mariantji menuduh pihak bank telah memalsukan kredit itu.
Pihak bank, kemudian membuktikan keaslian kredit itu dan menjelaskan secara utuh sehingga akhirnya diterima Mariantji.
Di depan kita, beliau (Marianjti) akhirnya mengakui bahwa benar suaminya yang menerima uang itu dan uang itu benar diterima oleh pihak keluarga. Tetapi dia menyatakan, kan orangnya sudah meninggal masa dia harus bayar," kata Christofel.
"Saya hanya bilang, ibu cukup hanya mengembalikan uang itu saja. Jadi berita yang beredar seolah-olah kita ini menyiksa seorang janda untuk mewajibkan membayar utang suaminya, saya perlu sampaikan bahwa dari awal kita tidak pernah membebaninya kok," sambung dia.
Baca juga: Oknum Anggota TNI Aniaya Siswa SD, Danrem Kupang: Kita Proses Hukum
Terkait dokumen yang hanya ditandatangani oleh Wellem, ia mejelaskan jika tidak semua administrasi harus ditandatangani suami istri.
Karena, kata dia, kalau semua, maka akan mempersulit birokrasi perbankan.
"Justru, bank menyederhanakan birokrasi administrasi agar kita melepas kredit secepat dan sebanyak mungkin ke nasabah dan itu nasabah yang diuntungkan," kata Christofel.
"Kita melihat masalah ini sebetulnya sangat sederhana, tapi tidak mau diselesaikan secara baik-baik," ujar Christofel.
Baca juga: Gubernur NTT Viktor Laiskodat Ingin Ada Rute Penerbangan Langsung dari Kupang ke Darwin, Australia
"Kita yang menjadi korban dan mengalami kerugian dan ingin diselesaikan baik-baik, tapi ibu Mariantji tidak mau, malah dia yang gugat kita," sambungnya.
Sementara itu Direktur Utama Bank Christa Jaya Kupang Wilson Liyanto menambahkan, dalam kasus pinjaman itu, pihaknya tidak pernah mengeluarkan surat keterangan lunas, ataupun surat pencabutan jaminan kredit.
Bahkan, kata dia, sebelumnya awal perjanjian kredit ini almarhum dan istrinya menolak untuk tandatangani asuransi jiwa.
"Padahal dalam perjanjian kredit itu dijelaskan bahwa apabila debitur itu meninggal maka istri akan menjadi ahli waris," kata dia.
SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Sigiranus Marutho Bere | Editor : Pythag Kurniati, Dheri Agriesta)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.