Penjelasan Wagub
Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati atau yang kerap disapa Cok Ace menegaskan tak ada aturan protokoler di lingkungan Pemprov Bali yang melarang MC perempuan.
"Kalau itu (protokol), biasa saja (tidak ada larangan MC perempuan) dan tidak ada masalah," kata Cok Ace saat ditemui usai sidang paripurna DPRD Bali, Senin (13/9/2021).
Meski begitu, Cok Ace enggan mengomentari lebih jauh terkait postingan yang viral di media sosial tersebut.
Ia juga mengaku tak tahu menahu soal unggahan yang viral itu.
Dinilai Diskriminatif
Kepala Ombudsman Bali Umar Ibnu Alkhatab menilai pelarangan tersebut adalah bentuk diskriminasi pada pekerja perempuan di Bali.
"Peristiwa tersebut menggambarkan betapa diskriminasi terhadap perempuan masih terjadi dan dilakukan secara mencolok," kata Umar saat dihubungi belum lama ini.
Baca juga: Soal MC Perempuan Dilarang Tampil di Acara Gubernur Bali, Begini Tanggapan Ombudsman
Ombudsman menilai, perlakuan terhadap MC perempuan tersebut masuk kategori maladministrasi karena telah terjadi diskriminasi pemerintah terhadap warganya.
Meski belum ada rencana memanggil perwakilan Pemerintah Provinsi Bali, ia tetap mendorong agar pemprov memberikan penjelasan kepada publik.
"Jelaskan kejadian ini kepada publik secara gamblang agar diketahui duduk perkaranya," kata dia.
Desak Gubernur Dipanggil
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali mendesak Ombudsman memanggil Koster untuk meminta klarifikasi.
"Ombudsman harusnya memanggil para pihak (Gubernur Bali) untuk melihat secara utuh bagaimana kronologisnya. Ombudsman harus bergerak aktif mencari kebenaran," kata Direktur LBH Bali Vany Primaliraning saat dihubungi, Kamis (16/9/2021).
Vany menyebut, kasus larangan tampil secara fisik bagi MC perempuan di acara yang dihadiri Gubernur Bali harus segera diklarifikasi. Jika tidak, ia khawatir akan banyak spekulasi di tengah-tengah masyarakat.
Baca juga: Soal MC Perempuan Dilarang Tampil, LBH Desak Ombudsman Panggil Gubernur Bali
"Di tingkatan pemprov punya Dinas Informasi Komunikasi. Jadi, kalau tidak memberikan klarifikasi itu aneh, bagaimana kemudian organ-organ di sana itu bekerja. Apa yang dilakukan sampai hal yang seperti ini tidak mendapatkan klarifikasi," kata dia.
Vany menyebut seharusnya tak ada protokol yang membedakan perempuan dan laki-laki. Menurutnya, hal itu merupakan bentuk kategori pelanggaran HAM dan merupakan diskriminasi yang tidak boleh dilakukan pejabat publik.
"Kalau dilarang sebagai perempuan tentu tidak boleh karena pada dasarnya kita dalam posisi memperjuangkan kesetaraan gender tidak boleh memandang jenis kelamin," kata dia.
Kompas.com / (Penulis: Kontributor Bali, Ach. Fawaidi | Editor: Robertus Belarminus, Phytag Kurniati, Dheri Agriesta, Priska Sari Pratiwi)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.