KEDIRI, KOMPAS.com - Seksi Purbakala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemerintah Kabupaten Kediri, Jawa Timur, tengah meneliti sebuah objek diduga cagar budaya (ODCG) berbentuk Kala.
Kala tersebut diduga berasal dari masa Mataram Kuno. Ini artinya usianya lebih tua dari masa Kerajaan Kediri yang ada di abad 12.
Kepala Bidang Museum dan Purbakala Disparbud Pemkab Kediri, Eko Priatno mengatakan, dari pemeriksaan dan pengecekan yang berlangsung pada 14 September tersebut terungkap benda tersebut merupakan artefak kepala Kala.
"ODCG itu berupa arca kepala kala dengan bahan batu andesit," ujar Eko Priatno, Rabu (15/9/2021).
Arca Kala tersebut mempunyai ukuran panjang 61 centimeter, tinggi 28 centimeter, ketebalan 22 Centimeter, serta takikan 11 centimeter x 11 centimeter.
Baca juga: Petirtaan Kuno Era Kerajaan Kediri Ditemukan di Desa Menang, Awalnya Dikira Cuma Saluran Air
Usia artefak itu diduga lebih tua dari era Kerajaan Kediri di abad 12, yakni berasal dari era Mataram Kuno di abad 9-10 masehi.
"Dari ragam seni pahatnya kecenderungannya berasal dari abad ke 9-10, masa Mataram kuno," ujar Eko yang juga seorang arkeolog ini.
Kesimpulan awal tersebut, menurut Eko, berdasarkan penggambaran sosok Kala yang menyerupai gambaran di candi bergaya Jawa Tengah-an.
"Meski demikian harus dilihat konteksnya, karena ini adalah artefak lepas," lanjutnya.
Saat ini Pemkab telah meregistrasinya sebagai bagian dari tahapan pendaftaran legalitas benda cagar budaya.
Awal Mula Temuan
Pengecekan obyek tersebut merupakan tindak lanjut dari laporan masyarakat yang diterima pada 13 April 2021.
Obyek tersebut ditemukan di Dusun Sugihwaras, Desa Klanderan, Kecamatan Plosoklaten, pada 24 Februari 2021. Penemunya seorang warga bernama Cahyo.
Saat ini, belum ada rekomendasi khusus terkait arca tersebut. Sehingga, arca itu masih disimpan oleh warga yang menemukan.
Baca juga: PPKM Level 2 di Kediri, Wali Kota: Jangan Euforia, jika Lengah, Kita Bisa Naik Level Lagi
Hal itu juga merupakan keinginan dari penemunya, yang akan memelihara arca tersebut dalam sebuah tempat khusus.
Pola pengelolaan seperti itu, menurut Eko, secara aturan memang diperbolehkan sepanjang ada kesanggupan menjaga dan mendaftarkannya ke pemerintah setempat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.