Kata Made, cuaca ektrem yang dimaksud yakni berupa hujan dan angin kencang. Sebab, lanjutnya, saat ini masa peralihan musim kemarau menuju musim hujan.
"Karena hujannya terlalu lebat, kan jelas ada tekanan udara rendah, dengan rendahnya tekanan udara ini burungnya enggan lari. Dia bertahan saja diam dan basah kuyup, itu menyebabkan dia sakit dan mati dan memang kekuatan burung berbeda dengan kekuatan lainnya," kata Made.
Baca juga: Sutika Kaget, Saat Berkendara Tiba-tiba Lihat Ribuan Burung Pipit Berjatuhan: Diambili Anak-anak
Sementara itu, Kasubag Humas Tata Usaha Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali Prawono Meruanto mengatakan, fenomena ratusan burung pipit mati merupakan peristiwa pertama yang terjadi di wilayahnya.
Karena belum pernah terjadi sebelumnya, fenomena itu pun dianggap sebagai hal yang aneh.
"Jadi, sebuah hal yang aneh juga kalau melihat kondisi burung-burung seperti itu (berjatuhan). Artinya, kita tidak tahu, (apa) jatuh langsung, kita juga tidak tahu. Ini baru pertama yang saya ketahui," katanya, Kamis saat dihubungi.
Namun, kata Prawono, pihaknya belum bisa memastikan penyebab fenomena itu.
Dugaan sementara matinya ribuan burung pipit akibat curah hujan yang tinggi.
"Tapi kalau kita bicara kondisi dan kejadian alam, bisa dikatakan mungkin waktu hujan itu mengandung asam yang cukup tinggi. Sehingga mengakibatkan burung-burung berjatuhan, bisa saja seperti itu," ungkapnya.
Baca juga: Ribuan Burung Pipit Berjatuhan di Bali, Ini Dugaan Penyebab dan Analisanya
Namun, dugaan lainnya adalah burung tersebut mati karena keracunan petisida.
Hal itu diketahui setelah tim dari BKSDA melakukan penyelidikan dan mengetahui perilaku masyarakat di sekitar Desa Pering, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar.
Warga disebut menggunakan pestisida nonalami.
Menurutnya, saat mencari makan, burung pipit pasti bergerombol dari ratusan sampai ribuan ekor.
Kemudian, burung pipit itu mencari makan di tanaman padi yang baru tumbuh, yang mungkin saja baru selesai disemprot pestisida.