Ketua pemerintahan bayangan dipimpin R. P. Mohammad Noer, sedangkan KH. Amin Jakfar ditunjuk sebagai kordinator kelaskaran dan Mayor Abu Djamal ditunjuk sebagai komandan tentara.
Mereka bergerak dan membangun konsolidasi di luar Madura. Di antaranya di Blitar, Lamongan, Jombang dan Kediri.
Pemerintahan bayangan tersebut, menurut sejarawan Madura, Mohammad Ghazi, bergerak menjaga kepercayaan rakyat Madura untuk lepas dari penjajahan Belanda.
Sekaligus untuk membuktikan bahwa pemimpin rakyat Madura masih ada dan tidak sepenuhnya tunduk kepada Belanda.
"Ada tokoh-tokoh yang disusupkan ke dalam parlemen negara Madura. Ada yang membangun organisasi tanpa sepengetahuan pemerintahan Belanda," ucap Mohammad Ghazi dalam perbincangan Sabtu (11/9/2021).
Baca juga: GNI Gresik, Saksi Bisu Sejarah, Simbol Gotong Royong Masyarakat yang Sempat akan Dibongkar
Menurutnya, peran ulama agara Madura kembali ke pangkuan NKRI sangat besar.
Bekas barisan Sabilillah membentuk organisasi bernama Persatuan Alim Ulama Madura (PAUM) yang dipimpin KH. Abdul Hamid dan KH. Moh. Thoha Jamaluddin.
Bekas barisan Hizbullah membentuk Gerakan Rahasia Tentara Hizbullah (Grathiz) yang dipimpin R. H. Eksan dan H. Muhammad Syafii Munir.
"Dua organisasi itu yang membangun konsolidasi antara pejuang di Madura dan di luar Madura. Gerakan bawah tanah organisasi tersebut, membuat kekacauan atas pemerintahan negara Madura," tutur Ghazi.
Namun, gerakan tersebut ada yang terendus oleh pemerintah karena informasi dari orang Madura yang bekerja kepada Belanda.
Dari barisan sabilillah ada yang ditangkap dan dipenjara. Bahkan, ada di antara mereka yang dikirim ke penjada Kalisosok Surabaya.
Bulan Juli 1948, Dewan Rakyat Madura dilantik.
Mereka harus bekerja sama dengan pemerintahan Recomba. Di lain pihak, Dewan Rakyat Madura terus didesak oleh rakyat agar Madura kembali lagi bergabung dengan NKRI.
Pada saat Agresi militer Belanda II tanggal 19 Desember 1948, banyak pejuang dari barisan Hizbullah dan Sabilillah Madura yang ikut berperang ke wilayah Malang, Blitar, Mojokerto, Jombang, Madiun, Gresik, Lamongan dan Bojonegoro.
Ketika mereka hendak kembali ke Madura, banyak yang ditangkap Belanda dan banyak pula yang berhasil lolos kembali ke Madura.
"Yang lolos kembali ke Madura, bersama dengan rakyat mengadakan pawai besar-besaran sebagai protes atas agresi militer Belanda II, sekaligus ingin menunjukkan bahwa TNI masih ada dan bersama-sama dengan rakyat," ungkap Ghazi.
Baca juga: Monumen Bajra Sandhi: Merawat Ingatan Perjuangan Kemerdekaan RI di Bali