KULON PROGO, KOMPAS.com - Penemuan batu bentuk tulang raksasa di pekarangan belakang rumah warga pada Pedukuhan VI, Kalurahan Krembangan, Kapanewon Panjatan, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, menarik perhatian Balai Pelestari Cagar Budaya DIY dan Balai Pelestarian Situs Manusia Purba (BPSMP) Sangiran.
Dari pengkajian awal, batu diyakini bagian tulang paus (Cetacea) yang telah menjadi fosil.
Balai pelestari mengamankan temuan itu untuk dikaji lebih dalam.
“Mereka (Bali pelestari) mengatakan ini ikan paus purba. Menurut mereka satwa purba itu hidup pada 5-10 juta tahun lalu,” kata Tumijo, warga Pedukuhan VI, penemu fosil tersebut, Senin (13/9/2021).
Baca juga: Kata Peneliti UGM soal Penemuan Benda yang Diduga Tulang Purba di Kulon Progo
Guru olahraga di SMP Negeri Panjatan ini hari-hari menyambi menambang batu gunung secara mandiri di halaman rumahnya.
Saat menambang, Tumijo menemukan benda diduga tulang raksasa yang sudah membatu pada akhir Agustus 2021.
Bagi Tumijo, bentuk, dimensi dan berat yang tidak wajar membuat ia meyakini benda itu fosil tulang.
“Lantas kami bersihkan untuk kami simpan,” kata Tumijo.
Semula, Tumijo berniat menjadikan batu sebagai kenangan bagi anak cucu tentang dirinya yang pernah bekerja keras di pekarangan milik sendiri.
Baca juga: Menambang Batu, Guru Olahraga di Kulon Progo Temukan Benda yang Diduga Tulang Purba
Temuan lantas jadi pajangan dalam rumah. Ia meletakkan di lantai dan kerap dipakai sebagai bantalan punggung untuk meluruskan badan demi menghilangkan penat.
“Setiap kali mau meluruskan punggung, saya tiduran dan mengganjal punggung pakai batu ini. Rasa badan enak setelah bangun,” kata Tumijo.
Mereka meminjam benda itu dan mengumpulkan data dari lokasi penemuan, baik dengan melihat jenis batu-batuan dan mendokumentasi dengan foto.
Petugas juga mendatangi tiga beberapa lokasi temuan lain diduga fosil di pekarangan milik Tumijo ini.
Baca juga: Tinggal Tulang Berbalut Kulit, Anak 13 Tahun Hanya Bisa Berbaring, Gizi Buruk Sejak Lahir
Tumijo menceritakan, dari hasil pengamatan dan keahlian mereka terkait peta kawasan masa lampau, mereka menceritakan kalau wilayah itu dulunya laut dangkal.
Di sana, satwa paus bisa hidup di kedalaman 15-30 meter.
“Mereka mengatakan di sini tidak bisa kurang dari 5 juta tahun,” kata Tumijo.
Namun, semua itu masih memerlukan penelitian lebih jauh, baik jenis satwa maupun usia. Fosil lantas diamankan balai pelestarian untuk penelitian.
Tumijo mengaku tidak terlalu terkejut terkait batu dianggap fosil satwa purba.
Baca juga: Gali Tanah untuk Buat Kolam, Warga Klaten Temukan Terowongan Peninggalan Belanda
Pasalnya, cerita turun temurun dari para orang tua terdahulu pernah menggambarkan kalau kawasan tempat tinggal mereka adalah hutan belantara dan rawa-rawa.
Kini Tumijo menunggu hasil penelitian itu sekaligus ingin memastikan langkah pemerintah berikutnya atas temuan ini.
“Bila dikehendaki negara, harapan saya ada jalan keluar untuk keturunan kami. Kalau untuk ilmu pengetahuan silakan,” kata Tumijo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.