MAUMERE, KOMPAS.com - Elisabeth Gentia (58) tak menyerah dengan keadaan. Ia tetap berjuang menghadapi kesulitan yang dialaminya.
Elisabeth yang berprofesi sebagai penenun itu berjuang sendiri menghidupi tiga anaknya yang mengalami disabilitas karena suaminya sakit-sakitan.
Kini, Elisabeth tinggal di sebuah gubuk di Desa Heo Puat, Kecamatan Hewokloang, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Di sana, ia tetap menenun untuk menghidupi keluarganya.
Elisabeth menceritakan, seorang anaknya mengalami gangguan mental, lalu ada yang mengalami kelumpuhan dan gizi buruk, sedangkan anak lainnya tak bisa bicara.
Elisabeth tinggal di sebuah gubuk reyot berukuran 2x3 dengan dinding bambu dan lantai tanah. Dinding itu sudah banyak berlubang dimakan rayap.
Gubuk itu dibangun tanpa sekat. Aktivitas rumah tangga dilakukan di sana, dari berkumpul, tidur, dan memasak.
Elisabeth dan keluarganya juga hidup tanpa penerangan listrik. Pada malam hari, mereka mengandalkan lampu pelita, itu pun jika ada minyak tanah.
Di usia yang tidak muda lagi, Elisabeth harus bekerja keras menghidupi suami dan ketiga anaknya. Suaminya tak bisa bekerja karena sakit-sakitan.
“Setiap hari saya menenun. Suami saya sudah tidak bisa bekerja lagi karena sakit-sakitan. Kain tenunan ini saya jual. Hasilnya untuk bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari,” kata mama Elisabeth di kediammnya, Minggu (12/9/2021) siang.
Ia mengaku, penghasilannya menjual tenun itu terkadang tak cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari. Seringkali, ia tak punya uang membeli beras.
Untuk makan sehari-hari, mereka kadang mendapat bantuan dari tetangga.
"Kalau ada uang, ya beli beras. Kalau tidak ada, kami makan ubi dan pisang. Mau bagaimana, begitu sudah kondisi kami. Intinya bisa bertahan hidup,” ujarnya.