SURABAYA, KOMPAS.com – Eri Cahyadi adalah mantan pegawai negeri sipil (PNS) yang terpilih sebagai Wali Kota Surabaya hasil Pilkada serentak 2020.
Eri yang berpasangan dengan Armuji, dilantik Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Jawa Timur, pada Jumat 26 Februari 2021.
Komisi Pemilihan Umum menetapkan Eri Cahyadi sebagai Wali Kota Surabaya setelah unggul perolehan suara melawan pasangan Machfud Arifin-Mujiaman yang diusung koalisi besar berisi delapan partai, yakni PKB, PPP, PAN, Golkar, Gerindra, PKS, Partai Demokrat, dan Partai Nasdem.
Eri Cahyadi yang diusung Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan dan didukung Partai Solidaritas Indonesia (PSI), meraup suara sebesar 597.540 atau 56,94 persen dari total suara sah Pilkada Surabaya 2020.
Baca juga: PPKM Level 2 di Surabaya, Eri Cahyadi Ingatkan Masyarakat Tak Euforia dan Tetap Terapkan Prokes
Eri Cahyadi adalah putera asli Surabaya. Ia lahir di Surabaya, Jawa Timur, pada 27 Mei 1997.
Di masa kecil, Eri pernah tinggal di Kedung Tarukan, Surabaya.
Tak lama kemudian, orangtuanya, Urip Suwondo dan Mas Ayu Esa Aisjah, pindah dari Kedung Tarukan ke Ketintang, Surabaya.
Eri Cahyadi ini pernah meniti karier dari bawah, yakni sebagai pedagang, pengusaha, hingga konsultan.
Karier itu sudah ditapaki Eri Cahyadi sejak menempuh pendidikan menengah atas di SMAN 21 Surabaya karena ia tidak ingin membebani biaya pendidikan kepada orangtuanya.
Saat itu, Eri Cahyadi pernah bekerja dengan cara berjualan sembako hingga menjual kambing.
Penghasilan yang didapat dari menjual kambing dan kebutuhan pokok itu ia gunakan untuk biaya pendidikan.
Pada tahun 1995, Eri Cahyadi melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi.
Ia mengambil D-III Teknik Sipil di ITS dan memperoleh beasiswa supersemar hingga berhasil menyelesaikan studi pada 1999.
Baca juga: Tak Mau Ada Kesenjangan Sosial di Sekolah, Eri Cahyadi Ingin UMKM Surabaya Buat Seragam Siswa
Di tahun 1997, sang Ayah dilarikan ke Rumah Sakit Islam (RSI) A Yani, Surabaya, karena menderita penyakit jantung.
Usia Eri saat itu masih 20 tahun. Anak kedua dari tiga bersaudara ini akhirnya berpikir keras untuk bisa membantu orangtuanya dalam kesulitan.
Kakak Eri Cahyadi, saat itu sudah bekerja di salah satu BUMN yang menjual obat dan alat-alat kesehatan.
Eri Cahyadi akhirnya menyampaikan unek-uneknya bahwa dia ingin bekerja dan membantu orangtua.
Akhirnya Eri pun memutuskan menjadi retailer yang memasok dan menjual alat-alat kesehatan dan menawarkannya ke berbagai rumah sakit di sejumlah kota/kabupaten di Jawa Timur.
Pada perjalanannya itu, Eri banyak mendapat kenangan pahit manis saat menjajakan alat-alat kesehatan ke sejumlah pusat pelayanan kesehatan.
Pria kelahiran Surabaya 27 Mei 1977 itu menjual alat-alat kesehatan ke seluruh kota di Jawa Timur menggunakan sepeda motor.
Eri tahu betul betapa susahnya mencari uang saat itu.
Namun, dari sana pula karier Eri semakin moncer hingga mampu mendirikan sebuah perusahaan dan mensuplai alat-alat keshatan di rumah sakit hingga menjadi konsultan.
Meski merasa sudah sukses saat itu, Eri diminta oleh orangtua untuk mendaftar sebagai pegawai negeri di Pemerintah Kota Surabaya.
Kala itu, ayahnya, Urip Suwondo, memang seorang birokrat yang bekerja di Pemkot Surabaya dan pensiun pada 2002.
Eri sendiri menjadi birokrat di Pemkot Surabaya pada 2001 saat berusia 24 tahun.
Sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), Eri juga memulai karir dari bawah, yakni sebagai staf di Dinas Bangunan selama kurang lebih enam bulan dengan golongan II C.