BLORA, KOMPAS.com - Tercemarnya air Bengawan Solo yang diduga akibat limbah ciu sangat berdampak pada warga di sekitarnya.
Kondisi air yang tercemar tersebut sempat didokumentasikan oleh masyarakat di Desa Ngloram, Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora.
Kepala Desa Ngloram, Diro Beni Susanto mengatakan kondisi air Bengawan Solo saat tercemar berwarna coklat kehitaman.
Baca juga: Bengawan Solo Tercemar Ciu, PDAM Toya Wening Pastikan Pasokan Air ke Pelanggan Aman
Dengan kondisi air yang tercemar, masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari air tersebut sangat dirugikan.
"Karena kalau hal ini terjadi terus-menerus dan dibiarkan, air Bengawan Solo tidak layak untuk dikonsumsi warga sekitar, karena berpengaruh juga terhadap tanaman pertanian," kata Diro Beni Susanto saat dihubungi Kompas.com, Kamis (9/9/2021).
Menurutnya, di sepanjang bantaran Bengawan Solo terdapat irigasi yang digunakan oleh warga sekitar untuk mengairi tanaman pangan.
Selain itu, dengan adanya limbah yang mencemari air tersebut, biota yang ada di dalamnya juga tentu saja terdampak.
"Adanya limbah Bengawan solo yang kemarin ikannya mabuk (pladu) itu kan secara otomatis akan mengurangi mata pencarian mereka, karena biasanya limbah itu berpengaruh lama dengan kehidupan di Bengawan Solo, seperti ikan udang dan lain sebagainya," terangnya.
Baca juga: Bengawan Solo Tercemar Limbah Ciu, Diduga Sudah Berlangsung 5 Tahun
Diro Beni juga menyoroti adanya fenomena ikan mabuk atau disebut warga sekitar dengan pladu.
"Kalau dulu itu pladu itu setiap tahun ada, cuman pladu itu biasa terjadi di saat pergantian musim, dari musim kemarau masuk ke musim hujan, hujan pertama itu lebat, sehingga membuat air Bengawan solo naik, itu ikan mabuk (pladu) tapi mabuknya fenomena alam, bukan karena faktor limbah dan lain sebagainya," jelasnya.
Maka dari itu, agar pencemaran air Bengawan Solo tidak terus-menerus terjadi, masyarakat sekitar berharap adanya penanganan serius dari pemerintah.
"Mungkin dulu pernah Pak Ganjar melakukan kunjungan atau sidak dan katanya juga sudah ditemukan pabrik yang membuang limbah, tapi kenyataannya sampai saat ini fenomena itu terjadi dan limbah tetap saja terjadi," terangnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.