BANDUNG, KOMPAS.com - Rektor Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Mangadar Situmorang mengaku enggan buru-buru menjalankan kuliah tatap muka. Setidaknya karena tiga alasan.
Pertama, kondisi perguruan tinggi berbeda dengan SD, SMP, dan SMA yang sudah jelas petanya. Sehingga Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas lebih mudah dilakukan.
"Kalau SD sampai SMA zonasinya jelas. Misal SD Ciumbuleuit, siswanya dari sekitar itu," ujar Mangadar kepada Kompas.com di Bandung, Rabu (8/9/2021).
Berbeda dengan perguruan tinggi yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.
Kedua, dari sisi metode pembelajaran kampus lebih leluasa dengan daring. Sebab mahasiswa lebih mandiri, seperti dari perkembangan teknologi. Sehingga tidak perlu ditemani orangtuanya saat belajar.
Ketiga, aspek kesehatan dan vaksinasi. Dari survei yang dilakukan pihaknya, dari 10.000-11.000 mahasiswa Unpar, baru 5.000 yang sudah vaksin dua dosis.
Baca juga: Percepat Kuliah Tatap Muka, 1.000 Mahasiswa di Purwokerto Divaksin Covid-19
Kemudian ia harus mempertimbangkan lingkungan kampus. Amankah tempat tinggal mahasiswa saat tinggal di sekitar kampus.
"Perlu antisipasi dan wanti-wanti jangan sampai ada klaster perguruan tinggi," ucap dia.
Karena itu ia melihat pertemuan tatap muka tidak mendesak untuk segera dilakukan.
Apalagi saat ini ada program Kampus Merdeka, dimana mahasiswa bebas menempuh 1-3 semester di luar kampus. Bisa magang atau dengan kegiatan lainnya.
Untuk hybrid sendiri, pihaknya membuka untuk mahasiswa yang sedang mengerjakan tugas akhir, kebutuhan laboratorium, dan studio. Itupun dengan protokol kesehatan yang ketat.