Harga kopi organik di pasaran pun lebih tinggi, mencapai Rp 40.000 per kg. Sedangkan kopi biasa sekitar Rp 30.000 per kg.
"Tentu ini meningkatkan kesejahteraan petani,” ujar Arief.
Dinas Pertanian Banyuwangi, imbuh Arief, terus berupaya memperluas budidaya kopi organik. Roadmap pengembangan dalam waktu dekat adalah pengajuan sertifikat indikasi geografis (IG).
Sertifikat IG dibutuhkan agar produk organik Banyuwangi yang telah tersertifikasi ini bisa merambah ekspor dengan identitas Banyuwangi.
"IG ini penting sebagai peneguhan identitas kopi asli Banyuwangi,” kata Arief.
Sementara itu, Ketua Poktan Kopi Rejo Taufik menjelaskan, penerapan sistem budidaya kopi organik ini telah dirintis sejak 2016.
Baca juga: Banyuwangi Turun PPKM Level 2, Kadinkes: Angka Positif Bisa Naik Lagi kalau Kita Teledor
Anggota poktan ini berkomitmen tidak menggunakan pupuk dan pestisida kimia.
"Kami memilih menggunakan pupuk kompos dari kotoran kambing. Kebetulan di Desa Gombengsari banyak peternak kambing sehingga mudah mendapatkan bahan bakunya,” ujar Taufik.
Perjalanan yang tak mudah
Taufik lantas menceritakan upayanya mendapatkan pengakuan kopi organiknya yang tidak mudah.
“Kami melewati penilaian tiga tahun untuk mendapatkan sertifikasi organik. Kami selalu konsisten menerapkan pertanian organik mulai budidaya, panen, hingga pasca panen. Sama sekali tidak menggunakan bahan kimia. Alhamdulillah produk kami terbukti bebas kimia,” urai Taufik.
Taufik memaparkan, keberhasilan mendapatkan sertifikat tersebut tak lepas dari dukungan pemerintah.
Selama proses penilaian, kata dia, BBPPTP Surabaya bersama Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Banyuwangi terus mendampingi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.