Ditemani pengawal, Mandalikan mendaki Bukit Seger. Di atas bukit tersebut, Sang Putri berkata bahwa ia berencana untuk menerima semua lamaran.
Ia berkata melakukan hal tersebut untuk menjaga kedamaian pulau. Karena jika ia hanya menerima satu pinangan, maka akan terjadi perselisihan di antara mereka.
Baca juga: Kemenparekraf Promosikan MotoGP 2021di Festival Pesona Bau Nyale
Mendengar pesan tersebut, para pangeran terheran-heran. Namun tiba-tiba Sang Putri menjatuhkan tubuhnya dari Bukit Seger ke dalam laut. Ia pun hanyut ditelan ombak.
Melihat hal tersebut, para pangeran langsung berusaha menyelamatkan Mandalika. Namun tak ada satu pun yang menemukan tubuh Sang Putri.
Namun secara perlahan muncul binatang-binatang kecil yang jumlahnya sangta banyak dari laut. Binatang tersebut menyerupai cacing yang nereka sebut nyale.
Masyarakat lokal percaya jika cacing Nyale adalah jelmaan dari Putri Mandalika.
Baca juga: Bau Nyale, Momen Berburu Cacing Nyale Perwujudan Purti Mandalika
Pengorbanan Putri Mandalika amat dikenang oleh masyarakat Lombok. Mereka menggelar upacara nyale sekitar Februari hingga Maret setiap tahun.
Seperti keinginan Sang Putri, Bau Nyale menyatukan seluruh warga Lombok. Mereka berkumpul di wilayah Kuta, Pantai Seger, Pantai Kaliantan hingga Pantai Tabuan untuk mencari cacing nyale.
Banyak tidaknya nyale yang muncul setiap tahun, diyakini sebagai pertanda akan banyak tidaknya hasil panen para petani.
Baca juga: Jelajah Festival Pesona Bau Nyale 2020 dengan Paket Wisata Menarik
Proyek pembangunan Sirkuit MotoGO Mandalika berdampak pada masyarakat. Warga pun memilih untuk pindah.
Namun ada beberapa orang yang bertahan tinggal di kawasan tersebut. Salah satunya adalah Amaq Kankung alias Amaq Bengkok (70).
Tanahnya yang ia tempati puluhan tahun sudah digunakan sebagai lintasan sirkuit. Namun ia bertahan dan tak pernah menjual tanahnya kepada siapapun dengan Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) selaku pengelola.
Ia adalah warga Dusun Ebunut, Desa Kuta Lombok, Lombok Tengah. Bekerja sebagai nelayan, Bengkok tinggal bersama istri dan anaknya yang masih SD.
Akibat dari proyek sirkuit tersebut, rumah yang awalnya ia tempati harus tergusur dan terpinggirkan oleh alat berat tidak jauh dari luar pagar sirkuit
Bengkok bersama istri dan anaknya kini terpaksa tidur di rumah seadanya dengan ukuran sekitar 2 kali 3 meter, yang beratapkan asbes dan ilalang.
Bengkok bercerita jika ia memiliki lahan seluas 1,5 hektar yang warisi dari sang ayah yang bernama Aluh.
Di tanah peninggalan sang ayah, ia biasa menanam kacang dan umbi untuk bertahan hidup.
Ia a mengaku bersama sang ayah tak pernah merasa menjual tanah tersebut kepada siapapun. Namun kini tanah seluas 1,5 hektar miliknya sebagian masuk menjadi lintasan sirkuit.
Sisanya masih di luar pagar dan menjadi tempat ia dan keluarganya tinggal.
“Tanah ini sejak kecil saya tempati bersama ayah saya, dulu dia yang buka hutan di sini, dan saya tidak pernah menjualnya,” kata Bengkok ditemui di rumahnya, Jumat (3/9/2021).