Semasa hidupnya, Lubis tidak percaya Covid-19. Padahal, usahanya berdagang air mineral kemasan membuat dia berinteraksi dengan banyak orang dan membuat dia rawan tertular ataupun menularkan virus corona.
Sampai ketika Lubis sakit dengan gejala Covid-19 pun. Menurut seorang tetangganya, Lubis menolak dibawa ke rumah sakit karena "takut di-Covid-kan."
"Sering ngobrol dengan saya bahwa beliau salah satu yang tidak yakin dengan keberadaan Covid," ujar sang tetangga, Iwan Hermawan, yang menyarankan Lubis melapor ke Satgas Covid-19 di RT dan RW agar dibawa ke rumah sakit.
"Sampai malam harinya pun, dia sudah sesak, mau dibantu dengan oksigen, dia juga menolak," cerita Iwan.
Tanpa penanganan medis, kondisi Lubis terus memburuk. Hingga paginya, "Anaknya teriak-teriak, 'Bapak meninggal, bapak meninggal'."
Tetangga menghubungi puskesmas yang kemudian melakukan uji usap Covid-19 terhadap jenazah Lubis. Kakek 75 tahun itu diketahui terinfeksi virus corona, termasuk tujuh orang anggota keluarganya yang tinggal serumah.
Baca juga: Sedang Isoman, Pria Ini Nekat Divaksin demi Dapat Sertifikat, Alami Mual dan Demam Tinggi
Iwan menyebut, Lubis terpengaruh hoaks dari media sosial.
Kepada Iwan, pria itu mengaku percaya pandemi Covid-19 adalah upaya konspirasi global dan rekayasa pemerintah.
Semua yang berkaitan dengan penanganan Covid-19, seperti vaksin dan uji usap, ditolak Lubis. Iwan menduga, sikap Lubis juga diikuti anak dan istrinya.
Namun setelah kematian Lubis, keluarganya Lubis menyakini jika Covid-19 itu ada.
"Mungkin setelah orang tuanya meninggal, [mereka menjadi] yakin bahwa Covid itu ada. Mereka mau di-rapid [tes] dan sudah mendaftarkan diri untuk divaksin," kata Iwan.
Seperti yang terjadi pada Saepudin, di awal Juli lalu.
Saat jatuh sakit, Saepudin tak menunjukkan gejala khusus, hanya mengaku sakit perut saja. Saepudin juga masih berselera makan dan beraktivitas mandiri, seperti salat dan pergi ke kamar mandi, kata sang istri Kuswati.
"Tiga hari bapak tidak bisa bicara. Seperti sesak. Sakit memegang-pegang dada. Hari keempatnya meninggal."
Hasil swap antigen pada jenazah Saepudin menunjukkan positif Covid. Begitupun pada Kuswati dan dua anaknya yang tinggal serumah.
Hasil tersebut sama sekali di luar dugaan Kuswati. Meski beberapa hari menjelang kematian Saepudin, Kuswati dan anaknya sempat mengalami anosmia atau kehilangan kemampuan menghidu. Kuswati hanya mencium satu jenis bau saja.
"Masuk ke belakang [dapur], ini bau apa. Saya kira ada makanan busuk. Oh, mungkin bajunya yang bau, ganti [baju] yang baru. Tapi kok sama baunya. Begitu saja, tidak ada curiga apa-apa," akunya.
Baca juga: Aksi Komunitas Warga, Kumpulkan Koin untuk Beli Kebutuhan Pasien Isoman
Anggota Gugus Tugas Penanggulangan Wabah Covid setempat, Witarsa Watarman mengungkapkan, pihaknya sempat meminta Saepudin melakukan uji usap Covid-19 saat diketahui sakit.
Namun permintaan itu ditolak lantaran keluarga meyakini Saepudin sakit biasa. Situasi itu menurut Witarsa mengkhawatirkan karena berakibat lambannya penanganan, seperti yang kemudian terjadi pada Saepudin.
"Pada saat-saat kritis barulah yang bersangkutan diminta oleh pengurus RW atau RT atau satgas untuk dilakukan tes, akhirnya ketahuan positif," ujar Witarsa.
Baca juga: Panglima TNI Kunjungi Bali, Minta Gubernur Koster Pindahkan Pasien Isoman ke Lokasi Isoter
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.