KOMPAS.com - Seorang sopir truk bernama Yan Rara Lunggi (25) mengaku terpaksa menjual cincin kawinnya untuk mengirim uang ke Sumba karena sudah hampir dua bulan bertahan di Pelabuhan Barang Lembar Lombok Barat.
Gaji sebulan yang mencapai Rp 3 juta habis untuk memenuhi kebutuhan hidup selama di Lombok.
Sementara itu, berita saat Panglima Daerah Militer (Pangdam) XVIII Kasuari, Mayjen TNI I Nyoman Cantiasa, memperingatkan pelaku penyerangan pos Koramil Kisor, Kampung Kisor, Distrik Aifat Selatan, Kabupaten Maybrat, Papua, menyita perhatian.
Pangdam telah memerintahkan jajarannya agar para pelaku terus diburu dan ditangkap usai menewaskan 4 prajurit TNI.
Berikut ini berita populer nusantara secara lengkap:
Yan menceritakan, hampir tiga bulan, puluhan sopir dan kenek truk ekspedisi telantar di Jembatan Timbang dan Pelabuhan Barang Lembar, Lombok barat.
Mereka bertahan karena menunggu kapal Egon atau kapal Pelni berkapasitas penumpang tujuan Sumba, NTT.
"Gaji satu bulan untuk makan, dan satu bulan untuk dikirim ke keluarga, tapi masih kurang. Keluarga di Sumba harus terpenuhi kebutuhannya, terpaksa saya jual cincin kawin saya," kata Yan sedih.
Baca berita selengkapnya: Puluhan Sopir Truk Bertahan 3 Bulan Menunggu Kapal, Jual Cincin Kawin dan Telur Ayam yang Dibawa Menetas
Mayjen TNI I Nyoman Cantiasa memerintahkan jajarannya agar para pelaku penyerangan anggota TNI terus dikejar.
"Kalau dia berani gebrak meja, kita harus hancurkan dia," ucap Cantiasa, sambil menggebrak meja, Kamis (2/9/2021), dilansir dari Kompas TV.
Pangdam mengaku telah berkoordinasi dengan Bupati dan Kapolda Papua Barat terkait kasus tersebut.
TNI juga menjamin keamanan masyarakat Papua, khususnya di Maybrat.
Baca berita selengkapnya: Sambil Gebrak Meja, Pangdam Pesan ke Pelaku Penyerangan Pos TNI: Kalau Dia Berani, Kita Hancurkan
Wakil Wali Kota Surabaya Armuji kaget ketika mengetahui siswa dipaksa membayar uang seragam sebesar Rp 1,3 juta hingga Rp 1,5 juta menjelang pembelajaran tatap muka (PTM) 6 September 2021.
Selain itu, menurut informasi yang dia terima, pihak sekolah juga memaksa keluarga kurang mampu atau masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk membeli seragam.
"Apapun kondisinya, yang MBR ini, karena mereka penghasilannya cuma Rp 2,5 juta, kalau (disuruh) untuk beli seragam seharga Rp 1,3 juta, ya habis uangnya," kata Armuji, saat dikonfirmasi, Kamis (2/9/2021).
Baca berita selengkapnya: "Penghasilannya Cuma Rp 2,5 Juta Disuruh Beli Seragam Rp 1,3 Juta, Ya Habis Uangnya"