KOMPAS.com - Beragam hadiah bakal diberikan kepada pemenang lomba mural yang diadakan gerakan “Gejayan Memanggil”.
Hadiah-hadiah tersebut berupa kaus, sepatu, buku, dan kikil sapi seberat dua kilogram.
Tak hanya itu, pemenang juga akan memperoleh bingkisan dan dipromosikan oleh Gejayan Memanggil.
"Kami kasih bingkisan (pemenang), semua hadiah dari donatur yang sudah masuk akan diberikan kepada para peserta lomba," ujar Humas Gejayan Memanggil Mimin Muralis, Rabu (1/9/2021).
Ia mengatakan, seluruh hadiah tersebut berasal dari ratusan donatur dari berbagai daerah.
"Ratusan nanti kita hitung lagi," ucapnya.
Baca juga: Penilaian Lomba Mural Gejayan Memanggil Ditarget Rampung Minggu Ini
Lomba mural yang telah berjalan satu pekan ini diikuti oleh ratusan peserta.
Mereka berasal dari berbagai tempat di Indonesia.
Mimin Muralis menjelaskan, nama pemenang sedang didiskusikan oleh penyelenggara.
"Belum (pemenang) sedang dalam pendiskusian. Sepertinya ratusan lebih yang ikut, nanti ingin direkap lagi," tuturnya.
Gejayan Memanggil menargetkan penilaian calon pemenang bakal selesai pada minggu-minggu ini.
Baca juga: Lomba Mural Digelar di Yogyakarta, Gambar yang Cepat Dihapus Aparat Dapat Nilai Lebih
Untuk mengirimkan karyanya, peserta lomba mengunggah dokumentasi muralnya lewat media sosial, lalu menandai akun Gejayan Memanggil.
Baca juga: Lomba Mural Yogyakarta Pesertanya dari Berbagai Daerah, Gambar Bertahan 8 Jam Sebelum Dihapus Aparat
Ada beberapa kriteria yang menjadi penilaian, yakni keberanian, semangat melawan, diapresiasi rakyat, tidak menyinggung suku, agama, ras antargolongan (SARA), dan respons aparat.
Terkait kriteria yang terakhir disebut, Mimin Muralis menuturkan bahwa mural yang cepat direspons atau dihapus oleh aparat bakal mendapat nilai lebih.
Baca juga: Ramai Lomba Mural di Yogya, Satpol PP: Corat-coret Tembok di Fasilitas Umum Langgar Perda
Mimin Muralis mengungkapkan, lomba mural Gejayan Memanggil ini digelar sebagai respons atas penghapusan mural di beberapa daerah.
Menurutnya, penghapusan mural merupakan bentuk kekeliruan penguasa atau orang dewasa.
“Coret-coretan di tembok adalah cara-cara ketika kebebasan bersuara terbatas dan sekarang coretan itu pun dibatasi,” bebernya, Selasa (24/8/2021).
Sumber: Kompas.com (Penulis: Kontributor Yogyakarta, Wisang Seto Pangaribowo | Editor: Dony Aprian, Khairina)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.