Rusmini mengatakan, hal tersebut cukup wajar karena orangtua mereka dituntut dengan kewajiban kerja oleh perusahaan.
Untuk belajar kelompok juga tidak memungkinkan karena tempat tinggal mereka saling berjauhan, dan jaraknya juga lumayan jauh dari lokasi sekolah.
"Ada yang jaraknya 15 sampai 20 kilometer dari sekolah. Mereka datang ada yang diantar orangtuanya, ada juga yang dititipkan bus sekolah yang kebetulan melewati rumah mereka. Bahkan beberapa dititip ke rumah guru karena jauhnya jarak. Kasihan juga kalau bolak balik setiap hari untuk mengantar anaknya," lanjutnya.
Baca juga: Pandemi Covid-19 di Perbatasan RI-Malaysia, Jauhnya Jarak ke RS yang Makan Korban
Tidak ada kesan cengeng di wajah mereka, anak buruh perkebunan kelapa sawit tersebut, seakan menemukan dunianya yang telah lama hilang.
Sejak pagi, mereka antusias dengan buku pelajaran bahkan mereka marah dan merajuk ketika jam pelajaran usai.
Para guru pun akhirnya mengalah dan memberi mereka waktu lebih di luar jam pelajaran, sembari membujuk agar mereka mau pulang untuk kembali ke sekolah esok hari.
"Yang tadinya jam 10 pagi harusnya sudah selesai, akhirnya lepas Zuhur baru selesai. Jadi memang kesannya nano nano ya, kita sebagai guru juga senang bercampur sedih. Saat kita minta mereka cerita di depan kelas mengenai pengalaman belajar di rumah, semuanya bilang bosan di rumah terus," kata Rusmini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.