SAMARINDA, KOMPAS.com – Avun, seorang petinggi suku Dayak Bahau di Kampung Tukul, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur (Kaltim), mengaku tak melakukan kegiatan berladang sejak lima tahun terakhir.
Meski berat meninggalkan tradisi itu, tapi harus ia jalani daripada dihantui rasa ketakutan karena ancaman pidana penjara.
Pria yang juga Sekretaris Adat Dayak Bahau di Kampung Tukul ini menceritakan awal mula mengambil keputusan itu.
Suatu hari sekitar beberapa tahun lalu, Avun melihat poster pengumuman larangan membakar ladang, ramai ditempel di kantor-kantor desa.
Baca juga: Ketika Tradisi Berladang Suku Dayak Dituding Picu Karhutla
Awalnya ia anggap biasa. Sebab, membakar ladang bagi masyarakat adat di Kaltim, terutama suku Dayak adalah tradisi turun temurun yang jadi kearifan lokal.
Tapi, belakangan ia jadi takut karena ancaman pidana bagi ketahuan bakar ladang.
"Sejak itu saya berhenti berladang. Ini sudah lima tahunan (berhenti), enggak bikin ladang, enggak berani. Kalau kalau bakar ladang, kita dipenjara,” ungkap Avun saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (28/8/2021).
Sejak tidak berladang, Avun banting setir jualan air dari kampung ke kampung, juga mengembangkan usaha karet.
Avun bilang bukan hanya dirinya, beberapa warga lain di Kampung Tukul juga melepas tradisi berladang berpindah ke usaha lain, karena ancaman pidana.
“Padahal kami masyarakat Dayak ini punya cara sendiri melindungi hutan. Kalau membakar kami jaga, melihat situasi (arah angin) agar tidak menyebar ke hutan lain,” terang dia.
Baca juga: Kisah Damanhuri, Penerjemah Al Quran ke Bahasa Dayak Kanayatn
Selain itu, sebelum bakar mereka bikin sekat hingga ritual yang dipercaya menjaga dan mendatangkan segala kebaikan dalam bercocok tanam.
Avun khawatir ritual-ritual itu akan punah seiring tradisi berladang ditinggalkan mayarakat.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.