Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harvestmind, Sekelompok Anak Muda Perintis Pertanian Organik

Kompas.com - 31/08/2021, 15:24 WIB
Iqbal Fahmi,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

Konflik air dan ancaman puso

Euforia panen raya masih terngiang di kepala saat petaka paceklik singgah di pertengahan 2019.

Saluran irigasi primer yang mengaliri areal sawah di Desa Karangpetir mengering saat padi sedang berbunga.

Para petani di desa kecil itu pun seperti kebakaran jenggot, tidak terkecuali Nikita.

“Di musim tanam kedua kami diterpa kemarau panjang, debit air di saluran irigasi primer surut, padahal kondisi tanaman sedang butuh banyak air,” ujarnya.

Nikita menduga, kondisi ini terjadi karena kapitalisasi sumber mata air di hulu.

Baca juga: Usai Panen Padi, Anies Gelar Apel gara-gara Jakarta Panen Covid-19

Monopoli air oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), perusahaan swasta air minum kemasan hingga obyek wisata kolam renang membuat petani di hilir seperti Nikita hanya kebagian ampas.

“Satu-satunya cara untuk menyelamatkan sawah waktu itu cuma nyedot air dari sumur pakai pompa,” ujarnya.

Namun luasnya areal sawah dan banyaknya petani di Desa Karangpetir menimbulkan konflik baru.

Masing-masing petani berebut giliran curah, mencari selamat sendiri-sendiri.

Meskipun uang iuran untuk jatah sawahnya sudah terhimpun, tapi air dari pompa tak kunjung menggenangi sawah Nikita.

“Karena pada rebutan, akhirnya kami cuma bisa pasrah. Musim tanam kedua hasil panen turun drastis, dari sebelumnya 1,7 ton jadi cuma 8 kuintal,” ujarnya.

Baca juga: Cerita Petani Porang di Cianjur, Raup Untung Besar Saat Panen

Hal ini juga diamini oleh Kepala Desa Karangpetir, Ardi.

Kepada Kompas.com, Ardi mengungkapkan, luas areal sawah di Karangpetir sekitar 59,679 hektar atau 70 persen dari total luas wilayah desa.

Dari luasan itu, hampir separuhnya atau sekitar 25 hektar masuk kategori lahan yang rentan kekeringan.

Untuk menanggulanginya, sejak 2013, pemdes telah menggali empat titik sumur di tanah bengkok kepala desa.

Sejumlah bantuan termasuk pompa air berbahan bakar minyak (BBM) juga datang dari kabupaten maupun provinsi.

Namun penggunaan pompa BBM bagi petani seperti “keluar mulut buaya masuk mulut harimau”.

Bagaimana tidak, penggunaan pompa BBM membuat biaya operasional petani bengkak, bahkan bisa disebut besar pasak daripada tiang.

Baca juga: Kisah Sukses Eko Budidaya Melon Emas, Omzet Rp 75 Juta Sekali Panen

Ardi merinci, untuk mengairi lahan seluas 300 ubin, diperlukan waktu sedot semalam suntuk.

Padahal konsumsi BBM untuk mesin pompa semalam suntuk membutuhkan 10 liter bensin.

Jika harga bensin eceran saat ini berkisar Rp10.000, maka untuk mengairi lahan seluas 300 ubin menyedot biaya Rp100.000.

“Dulu gapoktan (gabungan kelompok tani) pernah iuran Rp5.000 per 100 ubin, tapi ternyata tidak nutup biayanya, sampai desa terpaksa tombok,” jelasnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Nasib Pilu Nakes Diperkosa 3 Pria di Simalungun, 5 Bulan Pelaku Baru Berhasil Ditangkap

Nasib Pilu Nakes Diperkosa 3 Pria di Simalungun, 5 Bulan Pelaku Baru Berhasil Ditangkap

Regional
Kepsek SMK di Nias Bantah Aniaya Siswanya sampai Tewas, Sebut Hanya Membina

Kepsek SMK di Nias Bantah Aniaya Siswanya sampai Tewas, Sebut Hanya Membina

Regional
30 Ibu Muda di Serang Jadi Korban Investasi Bodong, Kerugian Capai Rp 1 Miliar

30 Ibu Muda di Serang Jadi Korban Investasi Bodong, Kerugian Capai Rp 1 Miliar

Regional
Penipuan Katering Buka Puasa Masjid Sheikh Zayed Solo, Dua Pengusaha Rugi Hampir 1 Miliar

Penipuan Katering Buka Puasa Masjid Sheikh Zayed Solo, Dua Pengusaha Rugi Hampir 1 Miliar

Regional
Pimpinan Ponpes Cabul di Semarang Divonis 15 Tahun Penjara

Pimpinan Ponpes Cabul di Semarang Divonis 15 Tahun Penjara

Regional
Viral, Video Penggerebekan Judi di Kawasan Elit Semarang, Ini Penjelasan Polisi

Viral, Video Penggerebekan Judi di Kawasan Elit Semarang, Ini Penjelasan Polisi

Regional
Pj Wali Kota Tanjungpinang Jadi Tersangka Kasus Pemalsuan Surat Tanah

Pj Wali Kota Tanjungpinang Jadi Tersangka Kasus Pemalsuan Surat Tanah

Regional
Polisi Aniaya Istri Gunakan Palu Belum Jadi Tersangka, Pelaku Diminta Mengaku

Polisi Aniaya Istri Gunakan Palu Belum Jadi Tersangka, Pelaku Diminta Mengaku

Regional
Ngrembel Asri di Semarang: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Rute

Ngrembel Asri di Semarang: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Rute

Regional
Gunung Ruang Kembali Meletus, Tinggi Kolom Abu 400 Meter, Status Masih Awas

Gunung Ruang Kembali Meletus, Tinggi Kolom Abu 400 Meter, Status Masih Awas

Regional
Lansia Terseret Banjir Bandang, Jasad Tersangkut di Rumpun Bambu

Lansia Terseret Banjir Bandang, Jasad Tersangkut di Rumpun Bambu

Regional
Polda Jateng: 506 Kasus Kecelakaan dan 23 Orang Meninggal Selama Mudik Lebaran 2024

Polda Jateng: 506 Kasus Kecelakaan dan 23 Orang Meninggal Selama Mudik Lebaran 2024

Regional
Disebut Masuk Bursa Pilgub Jateng, Sudirman Said: Cukup Sekali Saja

Disebut Masuk Bursa Pilgub Jateng, Sudirman Said: Cukup Sekali Saja

Regional
Bupati dan Wali Kota Diminta Buat Rekening Kas Daerah di Bank Banten

Bupati dan Wali Kota Diminta Buat Rekening Kas Daerah di Bank Banten

Regional
Pengusaha Katering Jadi Korban Order Fiktif Sahur Bersama di Masjid Sheikh Zayed Solo, Kerugian Rp 960 Juta

Pengusaha Katering Jadi Korban Order Fiktif Sahur Bersama di Masjid Sheikh Zayed Solo, Kerugian Rp 960 Juta

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com