PURBALINGGA, KOMPAS.com- Nikita Sulaiman Akbar (30) meniti langkah mantap menuju ruang tamu.
Sepasang matanya awas mendikte deret bilangan dalam almanak jawa yang terpaku di dinding kayu.
Mulutnya komat-kamit merapal ilmu hitung yang diturun-wariskan leluhur dalam kitab primbon.
“Senen pon, mongso kalimo (Senin pon, musim kelima), 42 hari lagi panen,” katanya lirih.
Sebersit senyum terbit di ujung bibirnya. Jika tak ada aral melintang, tak lama lagi padi yang Nikita semai akan lambai menjuntai, siap dituai.
Baca juga: Aksi Ibu-ibu di Kota Madiun Bagikan Sayur Organik, Bantu Warga Isoman
Sudah tiga tahun terakhir, Nikita dan 10 pemuda kawan pergerakan menjajal profesi baru sebagai petani.
Profesi yang dinilai banyak orang tidak bergengsi dan cenderung dihindari oleh generasi milenial.
Namun tidak bagi Nikita, Evid, Mukhlis, Acil, Ali, Jalul, Syifa, Darceng, Zaki, Dena dan Gaman.
Dengan penuh percaya diri, mereka menyewa lahan seluas 300 ubin atau 4.200 meter persegi milik kas Desa Karangpetir, Kecamatan Kalimanah, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah.
“Kami bersepuluh ini kenal waktu menggagas gerakan ‘perpus jalanan’ tahun 2017. Kami banyak diskusi dan berjejaring hingga bertemu dengan seorang tokoh tani di Yogya, namanya Gus Komar,” katanya saat berbincang dengan Kompas.com, Selasa (24/8/2021).
Dari Gus Komar, Nikita Cs banyak menggali ilmu pertanian organik berkelanjutan.
Baca juga: Pelihara Lingkungan, Warga Sunter Agung Olah Sampah Organik Jadi Pupuk Cair dan Padat
Selain itu, mereka juga banyak menimba ilmu tentang sociopreneur berbasis teknologi terapan.
“Akhir tahun 2018 kami mulai mencari lahan dan ketemu di sini (Karangpetir, red). Saat itu kami betul-betul nol pengalaman, terlebih orangtua kami tidak ada satupun yang menjadi petani,” ujarnya.
Nikita tahu, satu-satunya aset yang dimiliki olehnya adalah jejaring.
Memanfaatkan koneksi sesama pegiat lingkungan, Nikita CS akhirnya terhubung dengan Aliansi Organik Banyumas (AOB).
Babak baru pun dimulai. Dengan pendampingan AOB, Nikita CS menyulap lahan sawah yang mereka sewa sebagai “taman bermain” sekaligus demonstration plot (demplot) padi organik.
“Kami kampanyekan gerakan ini melalui media sosial, jadi mulai cari nama untuk kelompok petani kecil kami. Kebetulan ada anggota kami yang kenal sama Wira Nagara (komika, red) dan muncul ide nama ‘Harvestmind’,” jelasnya.
Baca juga: Lewat UPPO, Kementan Dukung Ketersediaan Pupuk Organik bagi Petani
Jenama Harvestmind, kata Nikita, memiliki makna memanen pikiran.
Dia ingin lahan 300 ubin yang digarap benar-benar menjadi kristalisasi ilmu dan pengalaman sosial yang selama ini hanya menjadi bunga bibir di ruang diskusi.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.