KOMPAS.com - Aksi pembakaran sejumlah rumah yang dilakukan sekelompok orang masih terjadi di Yalimo, Papua. Menurut polisi, aksi tersebut buntut dari konflik Pilkada di wilayah itu.
Sementara, lebih dari 1.000 orang warga Yalimo, terutama warga pendatang dari luar Papua, masih mengungsi di Wamena dan sekitarnya.
Sekelompok orang juga dilaporkan masih melakukan pencegatan agar orang-orang tidak keluar-masuk dari dan ke Yamino, dan ini dibenarkan kepolisian Papua.
Baca juga: Lantik Ribka Haluk sebagai Penjabat Bupati Yalimo, Ini Wejangan Gubernur Papua Lukas Enembe
Aksi terakhir ini menyebabkan masyarakat Yalimo mulai kesulitan mendapatkan akses memadai di bidang kesehatan, pendidikan dan kebutuhan pokok, kata seorang warga setempat.
Karena itulah, seorang pengamat meminta agar pemerintah pusat dan pemprov Papua segera bertindak cepat agar persoalan ini tidak berlarut-larut.
Konflik terkait pemilihan bupati dan wakilnya di Kabupaten Yalimo, meledak setelah Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan kemenangan pasangan Erdi Dabi-John Wilil dan memutuskan pelaksanaan pilkada ulang di Yalimo, akhir Juni lalu.
Baca juga: Ratusan Sopir Terkunci di Yalimo, Kapolda Papua: Kami Upayakan Pembukaan Akses
Alasannya, Erdi Dabi dinilai masih berstatus mantan terpidana, sehingga baru dapat mengajukan diri sebagai calon bupati lima tahun mendatang.
Putusan MK ini dijawab dengan kemarahan massa pendukungnya dengan melakukan aksi pembakaran bangunan dan kendaraan bermotor pada akhir dan awal Juli di Yalimo.
Lebih dari 30 gedung kantor pemerintah, sekitar 126 rumah toko, serta lebih dari 110 kendaraan bermotor ludes dibakar, demikian data kepolisian yang dirilis awal Juli lalu.
Buntutnya, lebih dari 1.000 orang warga Yamino, yang didominasi pendatang dari luar Papua, memilih menyelamatkan diri dan mengungsi ke Wamena dan sekitarnya.
Baca juga: Soal Konflik di Yalimo Papua, Ketua MRP: Hanya Selesai dengan Adat
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.