SEMARANG, KOMPAS.com - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang menyoroti kasus dua warga Kabupaten Magelang yang terancam pidana penjara maksimal sampai 5 tahun dan denda paling banyak Rp 3,5 miliar hanya karena mencuri kayu manis.
Ancaman hukuman tersebut dinilai mencederai rasa keadilan rakyat karena tak sebanding dengan dampak perbuatannya.
Menurutnya, apabila dilihat secara struktural, kedua warga mengaku terpaksa memanen kayu manis karena terdesak kebutuhan hidup.
"Jika mereka adalah warga yang tinggal di pinggir hutan tentu negara harus bertanggung jawab, mereka miskin dan tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup di tengah melimpahnya sumber daya alam yang ada," kata Direktur LBH Semarang, Eti Oktaviani, kepada Kompas.com, Kamis (26/8/2021).
Baca juga: 2 Warga Magelang Terancam 5 Tahun Penjara karena Curi Kayu Manis Milik Perhutani
Eti beranggapan, hukuman yang disangkakan sudah mencederai rasa keadilan rakyat jika dibandingkan dengan hukuman para koruptor.
Terlebih kerugian yang ditimbulkan koruptor jauh lebih besar ketimbang warga pencuri kayu manis.
"Korupsi tidak hanya akan merugikan keuangan negara tapi juga akan berdampak secara sistematis terhadap sektor lain," jelasnya.
"Harusnya koruptor dihukum lebih berat. Sedangkan TM dan NA, mereka sedang dalam kondisi terdesak untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka," ujarnya.
Baca juga: Istimewanya Jaksa Pinangki: Tuntutan Ringan, Potongan Hukuman, dan Penundaan Eksekusi
Kedua warga yang ditetapkan tersangka itu dijerat pasal 26 ke-19, pasal 78 jo pasal 50 ayat (2) huruf c Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta kerja tentang Perubahan atas beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
"TM dan NA ini dituduh memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau persetujuan dari pejabat yang berwenang; (Pasal 50 ayat (2) huruf C) kemudian di-juncto-kan dengan pasal 78 dengan ancaman pidana paling lama penjara 5 tahun dan denda paling banyak Rp 3,5 miliar," ucapnya.