"Jadi ruang publik ini tidak hanya digunakan untuk partai politik, iklan atau baliho," katanya.
Setelah itu dirinya bersama kawan-kawan membuat workshop di masyarakat memperkenalkan bahwa mural itu adalah lukisan yang dibuat di dinding.
Menurut dia, sebelum populernya mural di Yogyakarta banyak dinding yang dicoret-coret dengan nama-nama geng.
"Sebelumnya kan banyak istilah graffiti, katakanlah zaman dulu waktu geng-geng seperti tulisan Joxzin. Dalam arti tidak membuat membuat karya seni," kata Ari.
Baca juga: Lomba Mural Digelar di Yogyakarta, Gambar yang Cepat Dihapus Aparat Dapat Nilai Lebih
Sejak proyek mural itu di masyarakat dikenal berbagai street art yang dikenal menjadi berbagai bentuk seperti graffiti, hingga poster-poster.
"Sampai sekarang untuk teman-teman lebih muda, saya bilang yang di Tangerang dan Jawa Timur itu berbentuk street art. Street art bentuknya bisa graffiti atau membuat lukisan dengan cat semprot dan meninggalkan nama atau inisial," jelas dia.
Terkait penghapusan mural yang dilakukan oleh pemerintah maupun pihak lain, menurut dia kejadian itu menjadi hal biasa di dunia street art. Bahkan, sambung dia menghapus mural tidak hanya dilakukan oleh pemerintah tetapi juga dilakukan antar seniman bahkan dihapus oleh suporter sepak bola.
"Penghapusan tidak hanya dilakukan oleh pemerintah saja di wilayah atau jalanan saling menghapus itu suatu fenomena yang biasa antara seniman, antara seniman graffiti dan suporter PSIM," ujar Ari lagi.
Sebelumnya, maraknya mural atau gambar dengan media dinding dihapus di beberapa daerah.
Atas beberapa kejadian itu, aksi "Gejayan Memanggil" mengajak para seniman untuk mengikuti lomba mural.
Humas lomba mural "Gejayan Memanggil" Mimin Muralis menyampaikan, mural atau gambar adalah kebudayaan yang dialami oleh manusia saat mulai anak-anak.
Penghapusan atau pemberangusan karya mural adalah sebagai bentuk kekeliruan penguasa atau orang dewasa.
“Coret-coretan di tembok adalah cara-cara ketika kebebasan bersuara terbatas dan sekarang coretan itu pun dibatasi,’ katanya saat dihubungi, Selasa (24/8/2021).
Dia menambahkan, dengan maraknya penghapusan mural yang terjadi di beberapa daerah pihaknya melihat bahwa generasi sekarang merupakan generasi yang tertekan dengan kebijakan pemerintah dalam menangani pandemi.
“Kami berusaha melihat generasi sekarang yang tertekan dengan kebijakan pemerintah menangani pandemi dengan cara otoriter,” ungkapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.