NUNUKAN, KOMPAS.com – Pembangunan Pos Pantau di wilayah perairan Sei Ular, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, sudah rampung dikerjakan.
Pos berstruktur kayu ulin dengan ukuran 15 x 15 meter tersebut berfungsi untuk menjamin keselamatan dan keamanan para nelayan dan para WNI yang melintas di wilayah tersebut dari penangkapan dan pengusiran oleh aparat Malaysia.
Kepala Bagian Ekonomi dan Pembangunan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nunukan Mukhtar menjelaskan, dasar pembangunan pos pantau adalah urgensi status Sei Ular yang mencatatkan sejumlah kasus intimidasi oleh aparat Malaysia.
"Jadi ini sifatnya urgent, adanya Pos Pantau di wilayah Sei Ular adalah untuk memastikan perjalanan WNI kita aman. Nelayan kita juga terlindungi oleh aparat Indonesia. Jangan sampai terulang kasus kasus penangkapan atau pengusiran oleh aparat Malaysia," ujar Mukhtar, Rabu (25/8/2021).
Baca juga: Fakta di Balik Lord Adi, Petani Cabai dan Pernah Tinggal 30 Tahun di Malaysia
Mukhtar menuturkan, sejak Pos Pantau mulai dibangun pada Mei 2021, banyak aparat Malaysia menunjukkan gelagat tidak biasa.
Mereka memotret dan bermanuver di depan pos pantau.
"Menurut aparat Malaysia, itu masuk wilayahnya, tapi kalau kita melihat di Google, wilayah tersebut masih milik Indonesia. Jadi mereka itu memprotes dengan gelagat yang kurang senang. Memang tidak ada nota protes yang dilayangkan oleh mereka secara resmi. Hanya memotret dan manuver saja yang dilakukan," jelasnya.
Mukhtar mengatakan, keselamatan dan keamanan warga Nunukan tentu menjadi beban moral bagi Pemkab Nunukan.
Baca juga: Pandemi Covid-19 di Perbatasan RI-Malaysia, Jauhnya Jarak ke RS yang Makan Korban
Hal tersebut mendasari Bupati Nunukan Asmin Laura Hafid menginisiasi terbangunnya Pos Pantau Sei Ular dengan bermitra bersama pihak swasta.
"Itu dibangun dengan CSR perusahaan, sudah ada serah terima ke Pemkab Nunukan. Tapi, untuk siapa yang akan menempati pos itu, apakah Satgas Pamtas RI – Malaysia atau TNI AL, masih akan dirapatkan," kata Mukhtar.