Menangis tak dapat bantuan
Selama pandemi Covid-19, baik saat PSBB maupun PPKM saat ini, ia mengaku tak pernah mendapat bantuan sekali pun dari RT, RW, kelurahan, hingga kecamatan setempat.
Ia tak tahu mengapa orang seperti dirinya tak mendapatkan bantuan.
"Tidak pernah, saya tidak pernah dapat (bantuan selama Covid-19). Saya sudah tanya RT/RW (terkait bantuan), katanya ndak ada jatahe (jatahnya), bilang begitu, Nak," tutur Sumirah, menitikkan air mata.
Sambil sesekali menyeka air mata dengan hijab hitamnya, Sumirah menjelaskan, dirinya juga tak pernah didata, baik oleh pihak kelurahan, kecamatan, maupun petugas dari Pemkot Surabaya lainnya.
Baca juga: Tangis 2 Bocah Yatim Piatu Usai Ibunya Meninggal karena Covid-19: Tiap Pagi, Tak Ada Mama Lagi
Terakhir, pemerintah mendata namanya perihal Bantuan Langsung Tunai (BLT) pada 2009 dan 2013.
Setelah itu, ia tak pernah lagi mendapatkan bantuan dari pemerintah.
Padahal, Sumirah telah menyerahkan berkas-berkas yang dibutuhkan untuk pendataan lebih lanjut kepada RT-RW, di antaranya seperti fotokopi KTP, KK, dan SKTM.
Namun, hingga saat ini, dirinya tak kunjung mendapatkan bantuan.
"Saya pernah tanya ke Pak RT, 'Lah kok belum dapat (bantuan) apa-apa, Pak?' Dia bilangnya belum ada jatahnya. Saya sampai pernah fotokopi sampai rangkap 20 pas diminta, ya belum ada kabar apa-apa, belum dapat apa-apa sama sekali," kata dia.
Baca juga: Pedagang Korban Kebakaran Diizinkan Berjualan di Halaman Pasar Kembang Surabaya
Sumirah lantas mempertanyakan apa sebenarnya yang membuat dirinya tak kunjung mendapatkan bantuan.
Padahal, data yang diperlukan, seperti KTP, KK, dan SKTM, telah dimilikinya dan diserahkan kepada pihak terkait.
"Saya sampai pernah bilang ke RT RW begini, 'Pak, saya mau tanya, apa saya ini gelandangan? Kok sampai tidak didata?' Lalu diminta KTP, tapi ya begitu, tidak ada kabar apa-apa," tutur dia.
Sumirah mengaku sedih ketika melihat tetangga dan warga lain mengantre bantuan dari pemerintah.
Dia hanya bisa memandangi, sembari berusaha tetap mengucap syukur dalam hati lantaran masih diberi kesehatan hingga saat ini.
"Mulai corona, saya tidak dapat (bantuan) apa-apa, sumpah demi Allah, Nak. Belum pernah juga disenggol (mendapat kabar)," ujarnya.
"Saya lihat orang-orang ambil beras dan duit, hati saya menangis, Nak," sambung Sumirah.
Andalkan bantuan warga sekitar
Untuk menyambung hidupnya, Sumirah mengaku hanya mengandalkan bantuan dari warga sekitar dan tetangga terdekat.
Meski begitu, Sumirah merasa bersyukur bisa hidup sehat di usianya saat ini.
"Setiap hari dikasih tetangga, saudara-saudara kiri kanan sudah seperti anak dan cucu-cucu saya sendiri)," ujar perempuan kelahiran 18 Februari 1932 itu.
Ketika sakit pun, Sumirah mengaku kerap dirawat oleh tetangga dan warga yang peduli terhadapnya.
"Kalau sakit, saya didatangi dan dibantu tetangga dan ibu-ibu PKK. Tapi alhamdulillah, saya belum pernah sakit parah, pernah ke puskesmas, bilangnya sehat semua," tutur dia.
Baca juga: Bongkar Peredaran Narkoba Jaringan Sumatera-Jawa, Polrestabes Surabaya Sita 13 Kg Sabu-sabu