Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli UGM Sebut Kebijakan Pemerintah Tangani Covid-19 Harus Adaptif, Masih Lemah pada Mitigasi dan Antisipasi

Kompas.com - 24/08/2021, 06:10 WIB
Wijaya Kusuma,
Pythag Kurniati

Tim Redaksi

YOGYAKARTA,KOMPAS.com - Pemerintah terus berupaya untuk menangani pandemi Covid-19.

Berbagai kebijakan diterapkan dalam rangka menurunkan jumlah kasus positif dan mengendalikan penyebaran Covid-19.

Dekan Fakultas Ilmu Sipil dan Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) Wawan Mas'udi mengatakan, kondisi pandemi Covid-19 bersifat uncertain (ketidakpastian).

Sehingga kebijakan pemerintah mau tidak mau harus bersifat lincah dan adaptif dengan berbagai keadaan yang sedang berlangsung.

"Sehingga memang sangat mungkin bentuk kebijakan itu kemudian seolah-olah berubah-ubah dari waktu ke waktu," ujar Dekan Fakultas Ilmu Sipil dan Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) Wawan Mas'udi saat dihubungi Kompas.com, Kamis (19/08/2021).

Baca juga: Aksi Wali Kota Muda Bobby Nasution Perangi Covid-19 di Medan, Diwarnai Pencopotan Kadinkes

Statistik dan data

Ilustrasi dataSHUTTERSTOCK Ilustrasi data

Wawan Mas'udi menyampaikan, apa pun kebijakan yang diambil oleh pemerintah harus atas dasar pertimbangan data.

Pertimbangan data statistik, data situasi kesehatan mutlak menjadi ukuran yang paling pokok.

Karenanya, pemerintah perlu meminimalkan pertimbangan-pertimbangan politik dalam setiap kebijakannya untuk menangani pandemi Covid-19.

"Kalau dampak yang ditimbulkan oleh Covid-19, saya kira kebijakan-kebijakan yang terkait dengan support sosial sistem, jaring pengaman ekonomi, itu saya kira pilihan yang mau tidak mau harus dilakukan ya, di situasi sekarang. Karena memang berat bagi sebagian besar masyarakat," tandasnya.

Wawan Mas'udi berpendapat, pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) merupakan kebijakan yang tepat, terlepas dari segala kekuranganya.

Kebijakan ini, mencoba untuk menyeimbangkan antara kemampuan menaikan kapasitas pelayanan kesehatan dengan upaya untuk memastikan agar roda ekonomi masyarakat tetap berjalan.

"Jadi kenapa PPKM ini kelihatanya saat ini cukup efektif karena itu karena dia berhasil untuk mengombinasikan antara ukuran-ukuran menaikan kapasitas pelayanan kesehatan dengan soal pertahanan ekonomi," ungkapnya.

Baca juga: Jurus Gibran Lawan Covid-19 di Solo, Naikkan Anggaran Darurat 1.000 Persen hingga Rencana Potong Tunjangan PNS

Prioritaskan kesehatan

Ilustrasi pandemi Virus Corona awal yang menyebabkan Covid-19 yang pertama kali terdeteksi di Wuhan, China. Data awal pandemi Covid-19 di Wuhan, China.SHUTTERSTOCK Ilustrasi pandemi Virus Corona awal yang menyebabkan Covid-19 yang pertama kali terdeteksi di Wuhan, China. Data awal pandemi Covid-19 di Wuhan, China.

Ada dua sisi yang terdampak dalam kondisi pandemi saat ini, yakni kesehatan dan ekonomi.

Dari dua hal tersebut, harus ada yang menjadi skala prioritas untuk diselamatkan.

Menurutnya, dalam penanganan pandemi Covid-19 pemerintah perlu memprioritaskan terkait kesehatan.

Meskipun, pertumbuhan ekonomi juga tetap perlu diperhatikan.

Namun untuk saat ini perlu mengerem dahulu mengejar pertumbuhan ekonomi yang berlebihan.

"Kalau situasi kesehatanya parah jelas ekonomi tidak bisa berbuat apa-apa, tapi sebaliknya jika terlalu absolute ke kesehatan lockdown tidak boleh pergi ke mana-mana dan sebagainya kenyataanya masyarakat kita tidak akan sanggub bertahan, negara juga tidak sanggup. Pendulumnya itu mungkin perlu ada, tapi pendulumnya harus lebih kuat ke kesehatan dari pada ekonomi," urainya.

Baca juga: Cerita Bupati Muda Trenggalek Tangani Covid-19, Bikin Undian Hewan Ternak, Istri Ikut Blusukan Ingatkan Prokes

 

Ilustrasi pandemi corona (Covid-19)SHUTTERSTOCK Ilustrasi pandemi corona (Covid-19)
Pemerintah beberapa kali mengganti istilah dalam kebijakan aturan pembatasan.

Pertama kali, menggunakan istilah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), kemudian kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro.

Setelah itu dikeluarkan kebijakan penebalan PPKM mikro. Kemudian diberlakukan kebijakan PPKM Darurat.

Saat ini menggunakan istilah PPKM Level 4-3. Bahkan pemerintah memperpanjang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di Jawa - Bali selama seminggu sampai 23 Agustus 2021 mendatang.

Terkait beberapa kali perubahan istilah kebijakan aturan pembatasan, Dekan Fakultas Ilmu Sipil dan Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) ini melihat hanyalah soal narasi.

Ukuran penanganan Covid-19 tetaplah sama yakni tentang tracing, testing, jaga jarak, pembatasan mobilitas dan bentuk-bentuk perlindungan ekonomi.

"Kalau menurut pendapat saya hanya soal narasi kebijakan bahwa ini seolah-olah baru dan beda dengan sebelumnya, karena kalau substansinya mirip- mirip. Sehingga harapanya mungkin masyarakat punya kegairahan berbeda, wah ada kebijakan baru kita harus ikuti, kayak gitu," urainya.

Baca juga: PPKM Level 4 Diperpanjang hingga 6 September, Wali Kota Banjarmasin Pasrah

Namun demikian, Wawan Mas'udi menegaskan apa pun istilah dan bentuk kebijakannya, pada akhirnya ukuran terpenting dari penanganan pandemi Covid-19 tetaplah penurunan angka kasus positif, angka kasus kematian, tingkat penularan menurun, dan bad occupancy rate (BOR) rumah sakit turun.

Jika itu terjadi, maka kebijakan yang diterapkan pemerintah mempunyai dampak.

"Meskipun itu enggak cukup ya, karena PPKM kan bukan hanya soal pembatasan orang, tapi konsekuensi policy nya apa. Termasuk kita tahu untuk wilayah-wilayah yang masuk level 4 konsekuensi policy yang paling penting kan percepatan vaksin, itu yang mungkin di policy sebelumnya tidak ada. Ada konsekuensi lain di luar pembatasan, misalnya terkait soal percepatan vaksinasi," tuturnya.

Menurutnya kebijakan pemerintah dengan percepatan vaksinasi sudah tepat. Sebab dengan semakin banyak warga masyarakat yang mendapatkan vaksin, maka herd immunity akan segera tercapai.

"Kalau kita percaya pada sains salah satu cara tercepat untuk membangun kekebalan kelompok herd immunity kan memang vaksin, pilihanya cuma dua. Satu tertulari semua atau yang kedua divaksin semua," tegasnya.

Namun demikian, dalam proses percepatan ini pemerintah perlu melihat ketersediaan vaksin. Sebab saat ini, Indonesia masih tergantung vaksin dari luar negeri.

"Kita harus tahu kapasitas dan ketersediaan vaksinya seperti apa. Ini yang saya kira menjadi pekerjaan rumah terpenting, upaya untuk membangun vaksin berbasis teknologi dalam negeri," tuturnya.

Baca juga: Cerita Bupati Muda Dico Ganinduto Perangi Covid-19 di Kendal, Ingatkan Warga Tak Taat hingga Manfaatkan Medsos

 

Ilustrasi pasien Covid-19 Ilustrasi pasien Covid-19
Lonjakan kasus Covid-19 tidak hanya melanda Indonesia, beberapa negara yang dinilai sukses dalam menangani pandemi pun mengalami hal yang sama.

Mereka bahkan sampai harus kembali menerapkan lockdown.

Sehingga tidak ada contoh negara yang secara absolut sukses dalam menangani pandemi Covid-19.

"Yang terjadi itu negara yang dulu dipandang sukses belakang juga harus menghadapi situasi yang sama, jadi contoh suksesnya tidak bersifat absolut ya tapi pada satu periode tertentu ukuran policy tertentu itu bisa menahan. Jadi memang tidak ada contoh yang secara absolut ya, tapi bentuk policy yang lebih efektif untuk penanganan," tegasnya.

Baca juga: Aksi Bupati Muda Dharmasraya Sutan Riska Perangi Covid-19, Keluar Masuk Kampung karena Banyak Warga yang Tak Percaya

Wawan Mas'udi berpendapat, dalam penanganan pandemi Covid-19 ini pemerintah perlu secara terus menerus melakukan evaluasi.

Termasuk melihat seberapa efektif kebijakan yang dikeluarkan untuk menangani pandemi ini.

"Saya kira harus terus menerus, sekali lagi policy-nya harus bersifat lincah dan adaptif terhadap situasi yang ada. Sehingga kemudian memang perlu evaluasi yang bersifat sangat terus menerus ya, yang itu melibatkan daerah, pusat dan berbagai instansi dan macam-macam," ungkapnya.

Lemah dalam mitigasi dan antisipasi

Ilustrasi virus corona di duniaKOMPAS.COM/Shutterstock/Ridersuperone Ilustrasi virus corona di dunia

Kasus positif Covid-19 di Wuhan, China muncul pada akhir Desember 2019.

Sementara di Indonesia kasus pertama terkonfirmasi positif Covid-19 diumumkan pada 2 Maret 2020.

Pengumuman kasus pertama ini disampaikan oleh Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta. Pasca-pengumuman, kasus positif Covid-19 mulai merebak di Indonesia.

Pada akhir April 2021, banyak orang India yang kabur keluar negeri termasuk ke Indonesia. Mereka menghindari "tsunami" Covid-19 yang melanda tanah airnya.

Tercatat ada 132 WN India yang masuk ke Indonesia dengan pesawat carter melalui Bandara Soekarno-Hatta. Belasan orang di antaranya, menurut Kementerian Kesehatan, terkonfirmasi positif Covid-19.

Baca juga: Varian Delta Merebak, Selandia Baru Pilih Perpanjang Lockdown Nasional

Pemerintah kemudian membuat aturan pelarangan sementara bagi warga India ke Indonesia.

Pasca-masuknya WN India, virus corona varian Delta atau B.1.617.2 yang awalnya ditemukan di India mulai tercatat hadir di Indonesia. Awalnya varian ini terdeteksi di Jakarta.

Kemudian menyebar ke Kabupaten Kudus, Kabupaten Bangkalan, hingga mendominasi di sejumlah wilayah di Indonesia saat ini.

Berkaca dari peristiwa tersebut, Wawan Mas'udi berpendapat jika kelemahan Indonesia adalah mengenai sistem mitigasi dan sistem antisipasi.

"Yang lemah dari sistem kita ini memang sistem mitigasi dan sistem antisipasi. Jadi sistem mitigasi dan sistem antisipasi kita sejak awal pandemi memang selalu lemah, padahal kita tahu infomasi sudah berseliweran di mana-mana," tegasnya.

Lemahnya mitigasi dan sistem antisipasi, lanjutnya memunculkan kebijakan yang cenderung reaktif.

"Dalam arti ketika kasusnya sudah mulai bla bla bla baru berlangsung. Padahal salah satu bentuk policy crisis yang bagus itu adalah kemampuan mitigasi. ini saya kira perlu menjadi pelajaran penting bagi semua pihak,  ya pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun siapa pun yang punya tanggung jawab ke sini untuk membangun sistem mitigasi," tandasnya.

Baca juga: Sebanyak 18 Kasus Covid-19 Varian Delta Terdeteksi di Aceh

Menurutnya pemerintah perlu mengembangkan kemampuan sistem mitigasi antisipasi yang jauh lebih bagus.

Saat ini memang angka kasus positif mengalami penurunan, namun tidak menutup kemungkinan akan datang kembali gelombang berikutnya.

"Bukan hanya mitigasi soal virusnya atau pandeminya tetapi juga mitigasi dalam arti penyiapan seluruh sistem dan skema layanan kesehatan agar kasus-kasus kolapsnya pelayanan kesehatan seperti kemarin tidak terjadi kembali," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prakiraan Cuaca Batam Hari Ini Jumat 19 April 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Petir

Prakiraan Cuaca Batam Hari Ini Jumat 19 April 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Petir

Regional
Prakiraan Cuaca Balikpapan Hari Ini Jumat 19 April 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Balikpapan Hari Ini Jumat 19 April 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Regional
Prakiraan Cuaca Morowali Hari Ini Jumat 19 April 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Morowali Hari Ini Jumat 19 April 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Regional
Imigrasi Tangkap 19 WN Papua Nugini yang Langgar Aturan dalam 4 Bulan

Imigrasi Tangkap 19 WN Papua Nugini yang Langgar Aturan dalam 4 Bulan

Regional
Pria di Sumbawa Cabuli Anak Tetangga, Ditangkap Usai 2 Bulan Sembunyi di Lombok

Pria di Sumbawa Cabuli Anak Tetangga, Ditangkap Usai 2 Bulan Sembunyi di Lombok

Regional
Jelang Putusan MK, Sudirman Said: Apa Pun Putusannya, Hakim Akan Beri Catatan Penting

Jelang Putusan MK, Sudirman Said: Apa Pun Putusannya, Hakim Akan Beri Catatan Penting

Regional
Isak Tangis Keluarga di Makam Eks-Casis TNI Korban Pembunuhan Serda Adan

Isak Tangis Keluarga di Makam Eks-Casis TNI Korban Pembunuhan Serda Adan

Regional
Kecelakaan Maut di Wonogiri, Pengendara Motor Jatuh Sebelum Ditabrak Truk Pengangkut BBM

Kecelakaan Maut di Wonogiri, Pengendara Motor Jatuh Sebelum Ditabrak Truk Pengangkut BBM

Regional
Kaget Ada Mobil Tiba-tiba Putar Arah, Pelajar SMA di Brebes Tewas Terlindas Truk

Kaget Ada Mobil Tiba-tiba Putar Arah, Pelajar SMA di Brebes Tewas Terlindas Truk

Regional
Lebih dari Setahun, “Runway” Bandara Binuang Rusak Akibat Tanah Amblas

Lebih dari Setahun, “Runway” Bandara Binuang Rusak Akibat Tanah Amblas

Regional
Waspada Banjir dan Longsor, BMKG Prediksi Hujan Deras di Jateng Seminggu ke Depan

Waspada Banjir dan Longsor, BMKG Prediksi Hujan Deras di Jateng Seminggu ke Depan

Regional
Harus Alokasi Hibah Pilkada, Aceh Barat Daya Defisit Anggaran Rp 70 Miliar

Harus Alokasi Hibah Pilkada, Aceh Barat Daya Defisit Anggaran Rp 70 Miliar

Regional
2 Eks Pejabat Bank Banten Cabang Tangerang Didakwa Korupsi Kredit Fiktif Rp 782 Juta

2 Eks Pejabat Bank Banten Cabang Tangerang Didakwa Korupsi Kredit Fiktif Rp 782 Juta

Regional
Perbaikan Jembatan Terdampak Banjir di Lombok Utara Jadi Prioritas

Perbaikan Jembatan Terdampak Banjir di Lombok Utara Jadi Prioritas

Regional
PKS Usulkan Anggota DPR Nasir Djamil Jadi Cawalkot Banda Aceh

PKS Usulkan Anggota DPR Nasir Djamil Jadi Cawalkot Banda Aceh

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com