Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Taman Sukarni Blitar dan Kisah Remaja Badung Pengganggu Anak Pejabat Pabrik Gula

Kompas.com - 23/08/2021, 05:45 WIB
Asip Agus Hasani,
Khairina

Tim Redaksi

 

BLITAR, KOMPAS.com - Sekitar 5 kilometer dari Kota Blitar ke arah Malang, di sisi kiri jalan nasional berdiri patung setengah badan dari figur pria berpeci tidak jauh dari Stasiun Kereta Api Garum.

Di sebelah patung terpampang tulisan tiga dimensi berwarna merah yang berbunyi "Taman Sukarni".

Patung itu berada di tengah sebuah taman kecil dengan ukuran sekitar 7 x 50 meter, persis berhimpitan dengan jalan nasional yang menghubungkan Blitar dan Malang.

"Dulunya ini lahan tidak terpakai, hanya digunakan pedagang kaki lima," kata Samuji, ketua rukun tetangga di Kelurahan Tawangsari, Kecamatan Garum dimana taman itu berada.

Baca juga: Pasar Kembang Surabaya Kebakaran, 70 Persen Kios di Lantai 2 Terbakar

"Tahun 2018 Pemkab Blitar menjadikan lahan ini sebagai Taman Sukarni sekaligus ruang terbuka hijau (RTH)," tambahnya.

Taman dan patung itu dibangun untuk mengenang tokoh Sukarni, salah satu tokoh di balik Peristiwa Rengasdengklok yang berasal dari Kabupaten Blitar.

Pahlawan nasional

Pembangunan Patung dan Taman Sukarni dilakukan Pemerintah Kabupaten Blitar persis 4 tahun setelah Presiden Jokowi menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Sukarni, 4 November 2014.

Lokasi taman berada sekitar 1,5 kilometer dari sebuah rumah di Desa Sumberdiren, Kecamatan Garum di mana Soekarni dilahirkan pada 14 Juli 1916.

Dia adalah anak ke-5 dari 9 bersaudara yang lahir dari ibu bernama Supiah dan ayah bernama Kartodiwiryo, seorang jagal sapi.

Lokasi taman itu mungkin juga merupakan saksi bisu masa kecil hingga remaja Soekarni yang dikenal badung sekaligus pemberani.

Entah karena badung atau ada unsur kecemburuan sosial, Sukarni remaja memang banyak dikisahkan sering menantang anak-anak orang Eropa atau keturunan Eropa.

"Cerita ibu saya (Karmiyem), Pak De (Sukarni) memang suka mencari gara-gara kalau lihat anak-anak orang Belanda," tutur Kiswoto, keponakan Sukarni yang tinggal berdekatan dengan rumah masa kecil Sukarni.

Menurut pria berusia 78 tahun itu, kebetulan di wilayah Garum ada cukup banyak orang-orang Eropa.

Mereka bekerja di sebuah pabrik gula di Garum yang menurutnya terbesar di Jawa Timur waktu itu.

"Anak-anak Belanda itu katanya kalau sore suka bermain sepatu roda. Pak De biasanya sembunyi di semak-semak di pinggir jalan kemudian saat mereka mendekat, Pak De melompat ke jalan dan mendorong mereka atau membuat mereka kaget dan terjatuh," tuturnya.

Baca juga: Arisan Online Bodong Marak di Jateng, Ada di 4 Daerah, Polisi Buru Pelaku

Meski sendirian, Sukarni tidak takut menyerang anak-anak orang Eropa yang berkelompok itu. Apalagi, dengan sepatu roda di kaki mereka tidak akan bisa leluasa mengejar Sukarni yang segera masuk ke semak-semak dan ladang yang lebih dalam.

Menurut Kiswoto yang ibunya ada adik dari Sukarni itu, pamannya sering "menyerang" anak-anak Eropa itu di jalan di depan lokasi yang kini menjadi Taman Sukarni.

"Loji-loji Belanda pegawai pabrik gula itu memang hanya sekitar 500 meter dari Taman itu. Yang sekarang menjadi kantor Polsek, kantor Kecamatan dan kantor Kelurahan itu dulunya adalah loji-loji Belanda," ujar Kiswoto.

Demikianlah Soekarni muda yang dibenarkan Kiswoto bahwa pamannya itu tidak segan juga menantang anak-anak orang Eropa untuk berkelahi.

Namun Kiswoto mengaku tidak tahu persis apakah sikapnya kepada anak-anak orang Eropa yang ada di sekitarnya itu didorong oleh benih nilai nasionalisme atau sekedar kecemburuan kelas pada warga Eropa.

Menurut Kiswoto, akibat kelakuannya itu Soekarni sering dicari polisi.

"Dan Pak De selalu dapat meloloskan diri. Katanya, dia akan bersembunyi selama beberapa hari dan tidak pulang agar terhindar dari penangkapan polisi," ujarnya.

Orangtua asuh

Menurut Kiswoto, pamannya bisa mengenyam pendidikan mulai tingkat dasar hingga perguruan tinggi bukan sepenuhnya atas pembiayaan orangtuanya.

Meskipun ayah Soekarni, Kartodiwirjo yang juga kakek dari Kiswoto itu, adalah satu-satunya jagal sapi di Kecamatan Garum, namun penghasilannya tidak akan cukup untuk menyekolahkan Soekarni.

Apalagi, Soekarni memiliki banyak saudara kandung.

Kata Kiswoto, saat bersekolah di tingkat sekolah dasar Soekarni memiliki orang tua asuh yang membiayai dan membimbingnya hingga lulus.

"Jadi Pak De dulu adalah anak asuh juru tulis kecamatan. Kalau sekarang mungkin sekretaris kecamatan," jelasnya.

Baca juga: Umur Bayi Berkepala 2 di Tegal Tak Sampai 2 Hari

Nasib baik pamannya itu, ujar Kiswoto, masih berpihak kepadanya ketika melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Menurut Kiswoto, Soekarni juga mendapatkan bantuan dari kakak kandung Presiden Soekarno, Soekarmini Wardoyo, sehingga dapat melanjutkan pendidikan hingga perguruan tinggi.

Tapi Kiswoto mengaku tidak tahu persis  bagaimana pamannya dikenal oleh Soekarmini yang biasa disebut Ibu Wardoyo itu. Dia menduga, sifat pamannya yang menonjol membuat dirinya dikenal oleh Ibu Wardoyo yang memiliki suami seorang pengusaha kaya.

"Mungkin juga karena Pak De Soekarni juga aktif di organisasi kepemudaan, Indonesia Muda, dan bahkan menjadi ketuanya," kata Kiswoto.

Dan karena aktivismenya juga, di tengah Soekarni menempuh pendidikan MULO di Kota Blitar, dia dikeluarkan dari sekolahnya dan harus melarikan diri guna menghindari penangkapan polisi.

Soekarni dapat melanjutkan pendidikannya di Yogyakarta, kemudian ke Jakarta, dan terakhir ke sebuah perguruan tinggi di Bandung untuk belajar Ilmu Jurnalistik.

Di Bandung, Soekarni semakin intens dalam dunia pergerakan. Di kota itu pula Soekarni kenal lebih dekat dengan Soekarno dan pernah mengikuti kursus politiknya.

Tahun 1934, Soekarni terpilih sebagai Ketua Pengurus Besar Indonesia Muda. Hingga pada tahun-tahun berikutnya, Soekarni harus hidup dalam pelarian dari kejaran otoritas Hindia Belanda.

Peristiwa Rengasdengklok

Di masa pendudukan militer Jepang, muncul istilah golongan atau kelompok tua dan kelompok muda pada tahun 1945 ketika gerakan meraih kemerdekaan sudah matang.

Kelompok tua terutama adalah mereka yang mendapatkan pengakuan dari militer Jepang dan banyak mengisi keanggotaan di Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang diresmikan Jepang pada 29 April 1945.

Kelompok muda adalah para aktivis Kemerdekaan Indonesia yang berasal dari generasi yang lebih muda, termasuk di antaranya adalah Soekarni.

Sementara itu, desakan untuk segera memproklamasikan kemerdekaan membuat Jepang membentuk kepanitiaan dengan keanggotaan yang lebih kecil yaitu Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 7 Agustus 1945.

Menyusul menyerahnya Jepang tanpa syarat kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945, kelompok muda Indonesia menculik Ketua dan Wakil Ketua PPKI, Soekarno dan Moh. Hatta, pada 16 Agustus yang dikenal dengan Peristiwa Rengasdengklok.

Penculikan dimaksudkan untuk mendesak kedua tokoh itu segera mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia di luar mekanisme PPKI agar deklarasi kemerdekaan Indonesia tidak dilihat sebagai hasil campur tangan militer Jepang melainkan inisiatif rakyat Indonesia.

Melalui Peristiwa Rengasdengklok, akhirnya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dilakukan pada 17 Agustus 1945 oleh Soekarno dan Hatta.

Karir politik Soekarni di paska Kemerdekaan terbilang cukup bagus. Pertemuannya dengan Tan Malaka melahirkan Partai Murba dimana dia juga didaulat menduduki posisi ketua umum.

Meski di masa akhir kepresidenan Soekarno dia dipenjarakan, namun sebelumnya pada 1961 Soekarni juga pernah ditunjuk sebagai Duta Besar Indonesia untuk Republik Rakyat Cina yang berkedudukan di Peking.

Dan di awal kekuasaan Presiden Soeharto, Soekarni mendapatkan posisi terhormat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Agung, lembaga tinggi bentukan Order Baru.

Namun di antara daftar perjuangan dan karir politiknya, peran Soekarni dalam Peristiwa Rengasdengklok lah yang paling banyak diingat publik.

Apalagi, peristiwa itu berkaitan pula dengan tokoh sentral perjuangan kemerdekaan yang sama-sama memiliki hubungan dengan Blitar dan memiliki nama yang mirip dan hanya berbeda akhiran vokalnya, Soekarno.

Dan terutama karena Peristiwa itu pula, Soekarni mendapatkan anugerah Pahlawan Nasional meskipun baru diberikan 69 tahun setelah Proklamasi Kemerdekaan. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Saat Seorang Ayah Curi Sekotak Susu untuk Anaknya yang Menangis Kelaparan...

Saat Seorang Ayah Curi Sekotak Susu untuk Anaknya yang Menangis Kelaparan...

Regional
Kantor Dinas PKO Manggarai Barat Digeledah Terkait Dugaan Korupsi

Kantor Dinas PKO Manggarai Barat Digeledah Terkait Dugaan Korupsi

Regional
Menilik SDN Sarirejo, Jejak Perjuangan Kartini di Semarang yang Berdiri sejak Ratusan Tahun Silam

Menilik SDN Sarirejo, Jejak Perjuangan Kartini di Semarang yang Berdiri sejak Ratusan Tahun Silam

Regional
Anggota DPD Abdul Kholik Beri Sinyal Maju Pilgub Jateng Jalur Independen

Anggota DPD Abdul Kholik Beri Sinyal Maju Pilgub Jateng Jalur Independen

Regional
Duduk Perkara Kasus Order Fiktif Katering di Masjid Sheikh Zayed Solo, Mertua dan Teman Semasa SMA Jadi Korban

Duduk Perkara Kasus Order Fiktif Katering di Masjid Sheikh Zayed Solo, Mertua dan Teman Semasa SMA Jadi Korban

Regional
Kisah Nenek Arbiyah Selamatkan Ribuan Nyawa Saat Banjir Bandang di Lebong Bengkulu

Kisah Nenek Arbiyah Selamatkan Ribuan Nyawa Saat Banjir Bandang di Lebong Bengkulu

Regional
Prakiraan Cuaca Semarang Hari Ini Rabu 24 April 2024, dan Besok : Malam Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Semarang Hari Ini Rabu 24 April 2024, dan Besok : Malam Hujan Ringan

Regional
Demam Berdarah, 4 Orang Meninggal dalam 2 Bulan Terakhir di RSUD Sunan Kalijaga Demak

Demam Berdarah, 4 Orang Meninggal dalam 2 Bulan Terakhir di RSUD Sunan Kalijaga Demak

Regional
Pilkada Sikka, Calon Independen Wajib Kantongi 24.423 Dukungan

Pilkada Sikka, Calon Independen Wajib Kantongi 24.423 Dukungan

Regional
Bentrok 2 Kelompok di Mimika, Dipicu Masalah Keluarga soal Pembayaran Denda

Bentrok 2 Kelompok di Mimika, Dipicu Masalah Keluarga soal Pembayaran Denda

Regional
Faktor Ekonomi, 5 Smelter Timah yang Disita Kejagung Akan Dibuka Kembali

Faktor Ekonomi, 5 Smelter Timah yang Disita Kejagung Akan Dibuka Kembali

Regional
Soal Temuan Kerangka Wanita di Pekarangan Rumah Residivis Pembunuhan, Ada Bekas Luka Bakar

Soal Temuan Kerangka Wanita di Pekarangan Rumah Residivis Pembunuhan, Ada Bekas Luka Bakar

Regional
Pencarian Dokter RSUD Praya yang Hilang Saat Memancing di Laut Dihentikan

Pencarian Dokter RSUD Praya yang Hilang Saat Memancing di Laut Dihentikan

Regional
Dampak Banjir Demak, Ancaman Hama dan Produksi Kacang Hijau bagi Petani

Dampak Banjir Demak, Ancaman Hama dan Produksi Kacang Hijau bagi Petani

Regional
Direktur Perumda Air Minum Ende Nyatakan Siap Maju Pilkada 2024

Direktur Perumda Air Minum Ende Nyatakan Siap Maju Pilkada 2024

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com