"Anak-anak Belanda itu katanya kalau sore suka bermain sepatu roda. Pak De biasanya sembunyi di semak-semak di pinggir jalan kemudian saat mereka mendekat, Pak De melompat ke jalan dan mendorong mereka atau membuat mereka kaget dan terjatuh," tuturnya.
Baca juga: Arisan Online Bodong Marak di Jateng, Ada di 4 Daerah, Polisi Buru Pelaku
Meski sendirian, Sukarni tidak takut menyerang anak-anak orang Eropa yang berkelompok itu. Apalagi, dengan sepatu roda di kaki mereka tidak akan bisa leluasa mengejar Sukarni yang segera masuk ke semak-semak dan ladang yang lebih dalam.
Menurut Kiswoto yang ibunya ada adik dari Sukarni itu, pamannya sering "menyerang" anak-anak Eropa itu di jalan di depan lokasi yang kini menjadi Taman Sukarni.
"Loji-loji Belanda pegawai pabrik gula itu memang hanya sekitar 500 meter dari Taman itu. Yang sekarang menjadi kantor Polsek, kantor Kecamatan dan kantor Kelurahan itu dulunya adalah loji-loji Belanda," ujar Kiswoto.
Demikianlah Soekarni muda yang dibenarkan Kiswoto bahwa pamannya itu tidak segan juga menantang anak-anak orang Eropa untuk berkelahi.
Namun Kiswoto mengaku tidak tahu persis apakah sikapnya kepada anak-anak orang Eropa yang ada di sekitarnya itu didorong oleh benih nilai nasionalisme atau sekedar kecemburuan kelas pada warga Eropa.
Menurut Kiswoto, akibat kelakuannya itu Soekarni sering dicari polisi.
"Dan Pak De selalu dapat meloloskan diri. Katanya, dia akan bersembunyi selama beberapa hari dan tidak pulang agar terhindar dari penangkapan polisi," ujarnya.
Orangtua asuh
Menurut Kiswoto, pamannya bisa mengenyam pendidikan mulai tingkat dasar hingga perguruan tinggi bukan sepenuhnya atas pembiayaan orangtuanya.
Meskipun ayah Soekarni, Kartodiwirjo yang juga kakek dari Kiswoto itu, adalah satu-satunya jagal sapi di Kecamatan Garum, namun penghasilannya tidak akan cukup untuk menyekolahkan Soekarni.
Apalagi, Soekarni memiliki banyak saudara kandung.
Kata Kiswoto, saat bersekolah di tingkat sekolah dasar Soekarni memiliki orang tua asuh yang membiayai dan membimbingnya hingga lulus.
"Jadi Pak De dulu adalah anak asuh juru tulis kecamatan. Kalau sekarang mungkin sekretaris kecamatan," jelasnya.
Baca juga: Umur Bayi Berkepala 2 di Tegal Tak Sampai 2 Hari
Nasib baik pamannya itu, ujar Kiswoto, masih berpihak kepadanya ketika melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.