Rudy menagatakan, selain mengejar tersangka inisial B, pihaknya masih terus mengembangkan kasus ini.
"Status rumah ini dibeli tersangka. Produksi obat di sini, pengakuan tersangka sudah berjalan sejak bulan Febuari 2021. Dengan omzet per bulan sekitar Rp 400 juta," ujar Rudy.
Rudy menambahkan, para tersangka dijerat UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 197 dan Pasal 196 dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar.
"Modus para tersangka untuk mengelabui warga sekitar yaitu mereka berjualan kerupuk atau ciki. Aktivitas mesin tidak terdengar karena mereka menggunakan alat kedap suara di dalam kamar yang terdapat mesin produksi," kata Rudy.
Sementara itu, Mak Yati (75) mengatakan, selama ini ia tidak mengetahui aktivitas para tersangka di dalam rumah tersebut karena tertutup.
Baca juga: Ini 2 KKB Papua Paling Berbahaya dan Sosok Pemimpinnya
"Sesekali keluar untuk beli gas. Mereka juga baik, suka ngasih kerupuk. Iya, jarang sekali komunikasi, paling cuma itu saja. Sering juga mereka ngasih kerupuk karena katanya mereka di dalam rumah itu bikin kerupuk," kata Yati, pedagang surabi di samping rumah yang dijadikan pabrik obat keras ilegal ini kepada Kompas.com.
Sementara itu, Ketua RW 003, Dadan Sutisna mengatakan, rumah tersebut sebelumnya diisi salah seorang warganya. Namun, dibeli para tersangka.
"Sebelumnya milik orang sini. Orangnya sudah meninggal. Sama anaknya dijual ke orang yang sekarang. Kami ini tahunya rumah kosong, soalnya jarang sekali terlihat ada orang. Orangnya juga belum pernah lapor ke RT, RW. Jadi kami enggak tahu," kata Dadan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.