Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Sukses Petani Muda Bertanam Porang, Panen Omzet Ratusan Juta dan Tips untuk Pemula (Bagian 1)

Kompas.com - 22/08/2021, 12:40 WIB
Muhlis Al Alawi,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

MADIUN, KOMPAS.com - Saat berkunjung di Kabupaten Madiun, Presiden RI, Joko Widodo menyempatkan bertemu dengan petani muda porang, Kamis (19/8/2021).

Di depan orang nomor satu di Indonesia itu, para petani muda bercerita tentang suka dukanya menanam porang.

Tak hanya itu, harga porang yang saat itu terus membumbung tinggi menjadikan anak-anak muda di Kabupaten Madiun tak banyak lagi mencari pekerjaan di kota-kota besar.

Anak-anak muda yang tinggal di desa saat ini banyak memilih menjadi petani porang karena memiliki prospek cerah ke depannya.

Baca juga: Jokowi: Porang Makanan Sehat Masa Depan, Bisa Menjadi Pengganti Beras

Salah satu petani muda yang bertemu Presiden Jokowi adalah Yoyok Triyono (32).

Saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (21/8/2021), petani muda asal Desa Klangon, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun, menceritakan awal mulanya menanam porang.

Yoyok merupakan generasi ketiga menanam porang di keluarganya.

Sebelumnya kakek dan bapaknya sudah menanam porang di lahan hutan milik negara.

Desa Klangon merupakan sentra cikal bakalnya porang di Kabupaten Madiun.

Sebelum menanam porang, Yoyok sempat mencari pekerjaan di luar kota usai lulus kuliah. Namun, niatnya mencari pekerjaan di kota besar, ternyata gagal.

“Setelah lulus sekolah saya cari kerja di beberapa kota besar. Tetapi, belum rejekinya dan akhirnya balik ke rumah disuruh bertani sama bapak saya,” kata Yoyok.

Awal menanam porang, orangtuanya tidak langsung memberinya lahan yang banyak.

Ia diberikan lahan seluas 0,3 hektare yang masih berupa hamparan hutan.

“Tahun pertama saya menanam saya belum panen raya tetapi sudah menghasilkan katak. Katak itu tidak saya jual dan saya kembangkan untuk ditanam lagi,” kata Yoyok.

Tahun kedua bertani porang, lahan 0,3 hektare milik Yoyok sudah dipenuhi tanaman porang.

Tahun itu ia fokus memupuk dan rajin membersihkan gulma agar hasil panen porang bisa optimal.

Tahun ketiga, tanaman sudah besar. Panen pertama dari 0,3 hektare pada tahun 2012 mendapatkan delapan ton umbi.

Namun dahulu, harga umbi porang per kilogramnya berkisar Rp 2.500 hingga Rp 3.000 saja.

Tak berpuas diri, Yoyok menyisihkan sebagian besar uang hasil panen untuk pengembangan.

Tahun keempat ia menambah lahan setengah hektare dengan menyewa lahan milik perhutani.

 

Omzet ratusan juta

Warsito menunjukkan lahan porangnyaKOMPAS.COM/MUHLIS AL ALAWI Warsito menunjukkan lahan porangnya

Setelah sepuluh tahun bergelut bertanam porang, kini Yoyok sudah memiliki 1,5 hektare yang menghasilan panen 15 ton umbi setiap tahunnya.

Bila harga bagus, minimal dari penjualan umbi, Yoyok bisa mendapatkan omzet penjualan mulau Rp 80 juta hingga Rp 120 juta.

Belum lagi hasil penjualan katak dan bubil yang bisa mencapai Rp 30 juta hingga Rp 60 juta.

Dengan demikian, dalam satu masa tanam Yoyok mendapatkan omzet minimal Rp 110 juta dan maksimal Rp 180 juta.

Keuntungan yang diperoleh Yoyok digunakan untuk membangun rumah. Tak hanya itu, Yoyok tak lupa menabung uang hasil panen untuk biaya pendidikan anak-anaknya.

Kesuksesan Yoyok berbudidaya porang dikuti pemuda lainya di kampung halamanya.

Banyak pemuda di kampung halamanya sekarang memilih menjadi petani porang ketimbang bekerja merantau di kota-kota besar.

Lain halnya Yoyok, Warsito petani asal Desa Ngrenget, Kecamatan Dagangan, Kabupaten Madiun mulai budidaya porang lantaran kemudahan pengembangannya.

Sebelum bergelut di dunia porang, Warsito fokus menanam cabe dan pepaya.

Dari modal jualan cabe dan pepaya sebesar Rp 10 juta, Warsito menanam porang sejak tahun 2006 dengan bibit umbi.

Baca juga: Kisah Sukani Penjual Sayur Keliling yang Terjebak di Dalam Sirkuit MotoGP Mandalika

 

Musim pertama, Warsito mendapatkan panen. Satu ton hasil panen dijual dan kataknya disimpan untuk pengembangan di lahan lainnya.

“Dari pengembangan itu kini saya memiliki dua hektare. Per hektarenya minimal saya mendapatkan untung terendah Rp 30 hingga Rp 40 juta satu kali musim panen,” kata Warsito.

Warsito menambahkan, keuntunganya bisa diraih lebih bila harganya bagus seperti tahun lalu.

Namun, keuntungan yang diraih petani bisa berbeda-beda tergantung dengan lahan yang dimilki.

Sebab, panen porang dibeberapa lahan tidak bisa dilakukan serentak. Petani hanya memanen umbi yang sudah besar saja.

Untuk penjualan hasil panen Yoyok dan Warsito mengaku tidak kesulitan.

Bahkan saat ini pengepul porang berani mengambil hasil panen di hutan-hutan milik petani bila masa panen tiba.

Dengan demikian, para petani tidak lagi harus mengeluarkan biaya transport menjual hasil panen porangnya. 

Tips untuk pemula

Kegiatan panen perdana tanaman porang yang dilakukan petani Cianjur, Jawa Barat. Petani mengaku untung besar karena nilai jualnya yang tinggi di pasaran saat ini.KOMPAS.COM/FIRMAN TAUFIQURRAHMAN Kegiatan panen perdana tanaman porang yang dilakukan petani Cianjur, Jawa Barat. Petani mengaku untung besar karena nilai jualnya yang tinggi di pasaran saat ini.

Bagi pemula yang ingin berbudidaya porang, petani muda asal Kabupaten Madiun memiliki tips khusus.

Untuk aman bertanam porang, disarankan pemula yang bermodal pas-pasan tidak langsung menanam banyak di area yang luas.

“Kalau punya lahan satu hektare kami sarankan gunakan seperempatnya dulu untuk ditanami porang. Dari tanam itu satu tahun sudah memproduksi katak sendiri. Dari katak yang bisa dijaddikan bibit dapat dikembangkan disamping lahan yang kosong,” ujar Yoyok.

Menurut Yoyok bila harus menanam porang pada satu lahan satu hektare maka hal yang terberat adalah pembelian bibitnya.

Sebab, dalam satu hektare untuk pembelian bibit bisa menelan biaya Rp 50 juta hingga Rp 60 juta.

Yoyok merincikan petani pemula baru mulai tanam dalam satu hektare maka kebutuhan katak atau benih sekitar 200-250 kilogram per hektar.

Kalau benih diharga Rp 200.000 per kilogram maka pembelian benih menghabiskan uang Rp sekitar 50 juta.

Bila dihitung totalnya per hektare untuk petani pemula membutuhkan modal sekitar 80 juta untuk membeli benih, pemupukan, perawatan dan panen.

“Jangan tergiur semisal satu hektare harus ditanami semua. Kalau seperti itu berat karena pembelian benihnya yang paling berat. Apalagi, kalau modalnya pas-pasan,” kata Yoyok.

 

Bagi Yoyok, budidaya porang cocok menjadi tanaman investasi. Sebab, untuk membudidayakan porang memerlukan waktu yang lama guna memperoleh hasil.

Bila menggunakan bibit katak maka dua tahun baru bisa panen. Sementara bila menanam porang dengan bibit umbi maka tujuh bulan petani bisa panen.

Dengan demikian, budidaya porang sifatnya tidak bisa tergesa-gesa untuk memanen. Petani yang ingin terjun menaman harus tekun agar panen bisa maksimal.

“Saya pesan bagi petani pemula untuk tekun dan jangan tergiur harus segera panen. Dan jangan terlalu tergesa-gesa panen karena porang saat ini menjadi tanaman invenstasi,” ungkap Yoyok.

Senada dengan Yoyok, Warsito menyarankan agar pemula yang ingin berbudidaya porang mulai dari sedikit dahulu.

Sebab, saat tahun pertama menanam, petani akan mendapatkan bibit gratis dari hasil katak porang.

Katak merupakan buah yang tumbuh di antara batang tanaman porang. Katak bisa dijadikan bibit tanaman porang,

“Untuk pemula lebih baik sedikit saja tanamnya. Misalnya umbi satu kilo isi empat atau lima maka satu musim bisa diambil kataknya,” ujar Warsito.

Tak hanya itu, Warsito menyarankan agar pembelian bibit dilakukan diakhir musim kemarau atau menjelang musim penghujan. Walaupun harga bibit agak mahal, tetapi resiko gagal panen sedikit.

Lebih bagus lagi, petani pemula memilih katak sebagai bibit karena memiliki survive yang bagus. Hanya saja, dalam satu kali musim tanam, petani belum mendapatkan katak.

“Kalau bibitnya umbi sudah mendapatkan katak dan dipanen satu musim. Dengan begitu, menanam porang dengan umbil dalam satu musim bisa panen umbil dan dapatkan katak untuk dijadikan bibit,” jelas Warsito.

Baca juga: Ini 2 KKB Papua Paling Berbahaya dan Sosok Pemimpinnya

Ia menambahkan banyak orang yang fobia hendak menanam porang karena dengan harga bibit porang diawal yang tidak murah.

Para pemula biasanya khawatir gagal panen padahal sudah mengeluarkan uang yang banyak untuk membeli bibit.

“Orang yang menganggap budidaya porang susah karena ketakutan harga bibit diawal. Takutnya merugi kalau gagal panen bagaimana. Padahal, prosentase gagalnya sedikit,” jelas Warsito.

Tak hanya itu, dibandingkan dengan tanaman holtikultura lainnya, porang lebih mudah perawatannya dan tidak mudah diserang penyakit.

“Sejauh pengalaman saya budidaya hortikultura paling enak ya tanam porang. Karena dari segi hama sedikit tidak seperti horti lainnya,” ungkap Warsito, yang sebelum bertanam porang sudah menjadi petani cabe dan pepaya. (bersambung)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com