Meskipun menggunakan senjata apa adanya, pasukan Hizbullah dan Sabilillah bisa memberikan perlawanan kepada Belanda.
Belanda yang menargetkan menguasai Pamekasan dalam jangka waktu sebulan, baru bisa menaklukkan Pamekasan selama empat bulan lebih.
"Kuatnya perlawanan terhadap Belanda karena rakyat bahu membahu dengan ulama. Ulama berada di garda terdepan melawan Belanda," ungkap Ghozi.
Baca juga: Blitar Bumi Bung Karno: Kisah Tanah Pusara yang Gerowong akibat Peziarah (Bagian 2)
Mantan Wakil Bupati Pamekasan Kadarisman Sastrodiwirdjo menyebutkan, jika di Bandung ada peristiwa Bandung lautan api, maka di Madura ada Pamekasan lautan darah.
Darah para pejuang tumpah di depan Masjid Agung Assyuhada melawan Belanda. Bahkan korban dari pasukan Hizbullah dan Sabilillah juga ada di wilayah barat Kota Pamekasan, tepatnya di Desa Klampar, Kecamatan Proppo.
"Generasi muda saat ini banyak tidak tahu tentang sejarah ini. Apalagi makam para syuhada sudah dipindahkan ke taman makam pahlawan semua," ungkap Kadarisman Sastrodiwirdjo dikutip dari kanal YouTube-nya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.