Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Oey Soe Tjoen, Batik Tulis Alus Peranakan Diambang Kepunahan, Satu Kain Dibuat Selama 3 Tahun

Kompas.com - 22/08/2021, 06:56 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Pemilik salah satu batik tulis halus peranakan tertua di Pekalongan, Jawa Tengah, yang terkenal karena pembuatnya "perfeksionis" memperkirakan produknya tak bisa dipertahankan lagi alias akan punah dalam waktu dekat.

Bagi para kolektor, batik tulis halus bukan hanya selembar kain, tapi simbol hubungan erat warga Tionghoa dan Jawa.

Tak ada papan nama Oey Soe Tjoen, usaha batik berusia hampir 100 tahun, di Jalan Kedungwuni, yang terletak sekitar tiga puluh menit jika berkendara dengan mobil dari alun-alun Pekalongan.

Baca juga: Javier, Sosok Anak Muda Penerus Legenda Batik Lasem, Ada Doa di Selembar Kain

Yang ada hanya papan kecil putih dengan tulisan Traditional 'Batik Art', sehingga pengunjung dari luar kota mungkin harus tersesat beberapa kali sebelum menemukan tempat itu.

Meski dari luar tampak seperti hunian lainnya, rumah di balik terali cokelat khas Tionghoa itu adalah saksi bisu terbentuknya batik Oey, satu dari hanya dua usaha batik tulis halus peranakan yang masih bertahan di Pekalongan.

Di kalangan para kolektor, batik itu dikenal sebagai yang paling halus dan paling peduli pada detil, maka bisa dijual dengan harga hingga puluhan bahkan ratusan juta Rupiah.

Namun bagi Widianti Wijaya, generasi ketiga, atau mungkin yang terakhir, usaha itu tinggal menunggu "napas terakhir".

Widianti bercerita bagaimana mereka bertahan dengan bisnis itu selama 20 tahun dengan sosok para pembatik yang dia sebut menjadi "seniornya", karena mengajarinya memahami proses pembuatan batik dari nol.

Baca juga: Dosen UNY Ciptakan Alat Dorong Efektivitas Produksi Batik Tulis

Satu kain, tiga tahun

Keberadaan pembatik Jawa sangat penting bagi keberlangsungan batik peranakan.dok BBC Indonesia Keberadaan pembatik Jawa sangat penting bagi keberlangsungan batik peranakan.
Jari-jari Widia tampak berwarna biru, seperti pewarna kain yang tengah dipakainya.

Ia berdiri memegang satu sisi kain, sementara Kunirah, seorang pembatik yang berusia 53, memegang sisi yang lain, di tempat penjemuran batik di belakang rumahnya.

Kicauan burung-burung juga gonggongan anjing, mengiringi proses penjemuran itu, yang dilakukan sekitar pukul 10.00 pagi, saat matahari bersinar terang, tapi tak cukup terik untuk merusak kain.

Setiap beberapa menit, mereka dengan telaten membalik kain itu agar tiap sisi mendapat sinar mentari.

Baca juga: Batik Merah Putih Kulon Progo, Bertahan Saat Pandemi, Banyak Peminat Jelang HUT RI

Tak lama, kain dengan gambar burung, kupu-kupu, dan bunga khas Oey Soe Tjun berubah warna. Dari yang tadinya kecokelatan, menjadi biru di pinggir-pinggirnya.

Selanjutnya, kain itu dibawa masuk ke dalam tempat pemrosesan batik, sebuah bangunan kecil dengan atap seng beralas bambu.
batik

Tungku menyala berisi air membuat hawa di sana gerah, tapi tampaknya tak mengganggu Widia dan Kunirah, yang selanjutnya sibuk menyuci batik itu dengan air sabun untuk menghilangkan asam dari kain.

Baca juga: 5 Oleh-oleh khas Banyuwangi, dari Kopi Sampai Kain Batik

Widia biasanya menghabiskan waktu tiga tahun untuk membuat selembar kain.dok BBC Indonesia Widia biasanya menghabiskan waktu tiga tahun untuk membuat selembar kain.
Keesokannya, proses itu diulangi lagi.

Setelah itu, pekerjaan dilanjutkan dengan pelorotan atau meluruhkan wax (lilin yang digunakan untuk menutup beberapa bagian kain) dengan air yang direbus dalam tungku.

Dalam proses itu, tangan Widia mengaduk-aduk kain dengan sebuah tongkat. Asap membumbung tinggi, menguras keringatnya.

Itu adalah bagian dari proses panjang pembuatan batik Oey.

Selain dikerjakan ekstra hati-hati, cuaca dan kondisi pembatik juga berperan. Saat musim panen, pembatik biasanya turun ke sawah.

Baca juga: Warga Shalatkan Almarhum Pemilik Batik Danar Hadi Solo, Jenazah Tetap di Mobil

"Kalau mereka turun ke sawah, biasanya saya larang untuk pegang batik karena panas matahari siang akan mempengaruhi fungsi mata mereka.

"Itu terlihat pada hasilnya," kata Widianti.

Hal-hal itu membuatnya membutuhkan waktu hingga tiga tahun untuk membuat sebuah kain, kalau semua sesuai rencana.

Jika tidak, ia rela menghabiskan 10 tahun untuk terus menyempurnakann kainnya.

Baca juga: Pemilik Batik Danar Hadi Solo Santosa Doellah Meninggal, Dimakamkan dengan Protokol Covid-19

Balas budi ke orang tua

Batik Oey Soe Tjoen diproduksi pertama kali tahun 1925.dok BBC Indonesia Batik Oey Soe Tjoen diproduksi pertama kali tahun 1925.
Apa yang dilakukan Widia, yakni meneruskan usaha yang dibangun kakeknya, lalu ayahnya, tak semata untuk mencari uang.

Meski satu kain bisa dihargai mahal, proses pembuatannya yang bertahun-tahun, membuat "perputaran uangnya susah untuk kehidupan dapur", kata Widia.

Batik memang tak jadi penghasilan utama karena Widia dan suaminya mengandalkan toko sembakonya untuk itu.

Widia bercerita, awalnya dia tak mau meneruskan usaha itu.

Baca juga: UMKM Batik Ini Tembus Ekspor ke Mancanegara Berkat Program Shopee

Namun, beban meneruskan nama batik Oey Soe Tjoen, tiba-tiba jatuh ke pundaknya, dua puluh tahun silam.

Bagi keluarga Tionghoa, meneruskan usaha keluarga bukan hal yang aneh, tapi bagi Widia hal itu tetap terasa berat.

Saat itu, di usianya yang ke-26, rencananya adalah mengejar gelar magister manajemen, bukan menjadi penerus usaha keluarga.

Saat usianya SMA, Widia pernah melontarkan ketidaksukaannya pada batik keluarganya yang berdiri sejak 1925 dan sejak itu laris di kalangan para kolektor.

Baca juga: Motif Asli Indonesia Hanya Batik? Intip Dulu Aneka Motif Lainnya

"Saya pernah bertanya, bagusnya tuh apa sampai orang mati-matian pingin punya batik OST (Oey Soe Tjoen)? Padahal kalau saya pribadi, nggak suka."

Namun, 'utang keluarga', yakni beberapa pesanan batik yang belum selesai harus ditunaikan.

Widia pun terpaksa banting setir.

Demi apa yang disebutnya "balas budi pada orangtua", ia memilih pasrah pada takdir yang menuntunnya menjadi penerus batik Oey.

"Saya punya komitmen, jangan sampai kebesaran Oey Soe Tjoen itu hancur di tangan saya. Jadi, saya berusaha, sekeras apa pun, saya tidak menghancurkan apa yang dimulai oleh papa atau kakek," kata Widia.

Baca juga: Rusun ASN Sleman Siap Huni, Tampilkan Ciri Khas Motif Batik Parijotho

'Pembatik adalah senior'

'Batik tulis halus adalah gabungan antara keterampilan tangan yang sangat tinggi oleh para pengrajin batik'.dok BBC Indonesia 'Batik tulis halus adalah gabungan antara keterampilan tangan yang sangat tinggi oleh para pengrajin batik'.
Namun, komitmen Widia bisa jadi tinggal komitmen karena ia tak paham proses pembuatan batik.

Sepuluh warisan resep pewarnaan batik tinggalan ayahnya, misalnya, membuatnya bingung. Tanpa tuntunan dari para pembatik, usaha Widia mungkin tak berlanjut sampai saat ini.

Para pembatik kebanyakan perempuan-perempuan Jawa yang piawai melukis di kain dengan canting.

"Saya bilang pada mereka [para pembatik], 'tolong bekerja, anggap papa itu ada'. Dari situ saya melihat bagaimana mereka bekerja.

Baca juga: Secarik Asa Ibu-ibu Korban Gusuran pada Batik Tulis

"Jadi, saya menganggap bahwa saya itu karyawan, pembatik adalah senior. Saya yang belajar dengan mereka sebagai bawahan," ujar Widia.

Dengan berkali-kali trial and error, ia mencoba membuat kain Oey hingga dirasanya "sempurna", hingga saat ini.

Sebuah kerja sama yang 'berhasil'

Sama seperti usaha batik peranakan lainnya, tanpa keberadaan pembatik, usaha batik tak akan pernah lestari.

Rektor Universitas Ciputra, Surabaya, dan seorang peneliti batik, Yohannes Somawiharja, mengatakan batik tulis halus bukan hanya selembar kain, tapi lambang kerja sama yang erat antara warga Tionghoa dan penduduk Jawa.

Baca juga: Ini Makna Kain Batik Maudy Ayunda Saat Wisuda di Stanford University

Saat itu, kebanyakan pengusaha batik adalah keturunan Tionghoa, sementara pembatik adalah mereka yang asli Jawa. dok BBC Indonesia Saat itu, kebanyakan pengusaha batik adalah keturunan Tionghoa, sementara pembatik adalah mereka yang asli Jawa.
"Batik tulis halus adalah gabungan antara keterampilan tangan yang sangat tinggi oleh para pengrajin batik, yang umumnya para perempuan Jawa yang sudah berpengalaman belasan bahkan puluhan tahun.

"Juga, disiplin pengorganisasian kerja yang luar biasa dalam mendesain pola, menjalankan usaha, dan penjualan. Zaman dulu, ini dilakukan oleh para keturunan Tionghoa sebagai pemilik perusahaan batiknya," kata Yohannes.

Ia mengutip berbagai literatur yang menjelaskan bahwa keterlibatan Tionghoa pada bisnis batik dimulai pada awal abad-19, dengan berperan sebagai penjual kain keliling.

Baca juga: 10 Motif Batik Daerah dan Filosofinya

Kemudian pada sekitar tahun 1870, orang-orang Tionghoa ini mulai menjadi produsen batik.

Dimulai dari pembuatan pola-pola Jawa, mereka lalu membuat pola kombinasi Belanda-Tionghoa, lalu kombinasi Tionghoa-Jawa.

Saat itu, kebanyakan pengusaha batik adalah keturunan Tionghoa, sementara pembatik adalah mereka yang asli Jawa.

"Nampaknya ini adalah sebuah sinergi partnership (kemitraan) yang berhasil, memadukan kelebihan-kelebihan kedua belah pihak. Hasilnya adalah sebuah produk seni fesyen yang luar biasa indah," ujar Yohannes.

Baca juga: Mengintip Detail Batik Karya Ridwan Kamil yang Dikenakan Personel Super Junior

Kustinah adalah cucu dari pembatik yang sebelumnya juga bekerja pada Oey Soe Tjoen.dok BBC Indonesia Kustinah adalah cucu dari pembatik yang sebelumnya juga bekerja pada Oey Soe Tjoen.
Keberadaan para pembatik juga lah yang membuat nama batik Oey melegenda. Kebanyakan dari mereka bekerja turun temurun.

Kustinah (49) misalnya adalah pembatik generasi kedua di batik Oey, yang sudah belajar membatik dari usia 17 tahun.

Sebelumnya, neneknya adalah pembatik di tempat yang sama.

"Saat nenek saya berangkat kerja, saya ikut karena ingin belajar. Setelah itu, saya belajar sendiri, mengembangkan diri sendiri," ujar Kustinah dalam bahasa Jawa.B

aca juga: Super Junior Pakai Batik Buatan Jawa Barat, Ini Cerita di Baliknya

Kustinah adalah sosok di balik indahnya bunga dan motif 'semarangan' yang terlihat dalam batik-batik Oey.

Canting yang digunakan adalah yang terkecil atau canting "nol".

Seorang pembatik bisa mengabiskan waktu yang panjang untuk memberi sebuah bentuk titik sempurna pada sehelai kain.

Pembatik yang bagus membuat titik, tidak bertugas menggambar bunga atau daun, dan sebaliknya.

Baca juga: Leeteuk dan Yesung Super Junior Pakai Batik Rancangan Ridwan Kamil, Siap Diajak Kondangan

Pembatik yang ahli membuat titik, tidak bekerja membuat gambar bunga atau daun. Batik Oey menerapkan spesialisasi dalam bekerja.dok BBC Indonesia Pembatik yang ahli membuat titik, tidak bekerja membuat gambar bunga atau daun. Batik Oey menerapkan spesialisasi dalam bekerja.
Maka itu, tak semua orang bisa membuat batik seperti itu, ujar Kustinah.

"Harus sabar, kalau tidak sabar, tidak bisa," ujarnya.

Bagi pembatik Oey pun, hubungan yang terjalin sudah melampaui karyawan dan atasan.

"Sudah seperti keluarga saya sendiri," kata Marliah (56) seorang pembatik.

Meski tuntutan standar sangat tinggi, Marliah mengatakan ia selalu dibebaskan mengatur waktunya sendiri dalam menyelesaikan tugas.

Baca juga: Ridwan Kamil Ceritakan Awal Mula Leetuk dan Yesung Super Junior Kenakan Batik Rancangannya

"Kalau saya capek ya berhenti. Kalau saya nggak capai membatik terus," ujarnya.

Kerja sama itu pun tergambar dalam motif-motif batik peranakan.

Dalam hal batik Oey, ada kain yang disebut "Pagi Sore", yakni satu kain yang memiliki dua motif.

Salah satunya motif Jawa, yakni cuwiri merak hati, yang berpadu dengan motif bunga mawar dan warna-warna peranakan.

Baca juga: Leeteuk dan Yesung Super Junior Pakai Batik Hasil Desain Ridwan Kamil

Perfeksionis demi batik 'sempurna'

Widia menunjukkan kain batik dengan dua motif.dok BBC Indonesia Widia menunjukkan kain batik dengan dua motif.
Widia tidak bisa menjawab berapa modalnya membuat satu batik karena dia "tak menghitungnya".

"Untuk menjaga kualitas, kami tidak menghitung biaya. Contohnya pada saat pewarnaan dengan lima gram [obat pewarna], kami menghasilkan warna merah. Namun, ternyata merahnya bukan seperti yang saya kehendaki. Maka saya akan membuang obat pertama itu dan menggantikan dengan obat yang kedua."

"Itu kan mengeluarkan biaya lagi. Tapi, saya nggak menghitungnya," ujar Widia.

Baca juga: Leeteuk dan Yesung Super Junior Pakai Batik, Ridwan Kamil: Siap untuk Pergi Kondangan

Lima tahun lalu, misalnya, setelah membuat sebuah kain batik pesanan selama tiga tahun, ia tak puas dengan hasilnya.

Ia sampai menangis karena kecewa.

"Anak saya malah mengiranya saya kenapa-kenapa. Saya sudah memberikan janji ke pelanggan yang mau memakai kain itu bulan depannya.

"Ternyata hasilnya di luar harapan dan itu karena kebodohan saya," ujar Widia.

Baca juga: Leeteuk Super Junior Pamer Foto Pakai Baju Batik dari Ridwan Kamil

Ia memutuskan untuk mengubah warna kain itu. Pesanan pun dibatalkan dan ia tak meminta pelanggan mengganti ongkos kerjanya.

Dalam satu waktu, ia bahkan pernah menghabiskan hingga sepuluh tahun untuk satu kain karena ia terus menyempurnakan karyanya.

Yohannes Somawiharja mengatakan memang ada banyak batik peranakan di Indonesia, tapi batik Oey punya tempat spesial di kalangan pecinta batik.

"Orang-orang pencinta batik peranakan tulis halus mengakui batik ini paling halus. Ini disebabkan mereka sangat perfeksionis dan disiplin dalam menjaga kualitas."

Sebelumnya, dalam bukunya Batik: Fabled Cloth of Java, jurnalis foto dan desainer Amerika, Inger McCabe Elliott menyebut batik Oey Soe Tjoen sebagai batik terbaik di Jawa.

Baca juga: 3 Mahasiswa Undip Ciptakan Alat Pengolah Limbah Batik

Diambang kepunahan

Makanya dengan prediksi seperti itu, saya bisa mengatakan bahwa batik tulis halus Oey Soe Tjoen bisa habis atau bisa punah dalam waktu 10 tahun ke depan karena saya tahu kondisi saya, kata Widia. dok BBC Indonesia Makanya dengan prediksi seperti itu, saya bisa mengatakan bahwa batik tulis halus Oey Soe Tjoen bisa habis atau bisa punah dalam waktu 10 tahun ke depan karena saya tahu kondisi saya, kata Widia.
Meski demikian, sudah lima tahun belakangan ini, Widia hanya berkerja dengan sistem pesanan karena ia memilih bekerja tanpa tekanan.

Ia pun yakin, nasib usaha batik itu usai dalam satu dekade ke depan.

Salah satu alasannya adalah karena kondisi fisiknya yang menurun.

Ia pernah jatuh saat mencuci batik dan sejak saat itu kondisi tulangnya tak pernah benar-benar pulih. Matanya pun kian tak awas.

"Sudah kayak orang jantungan, sudah tinggal napas terakhir," ujarnya tentang masa depan usaha batik tulis itu.

Baca juga: Kisah Kembang Bangah, Motif Batik Sarat Kritik Karya Go Tik Swan

Faktor lainnya adalah para pembatik yang semakin tua dan tanpa penerus.

Ia menetapkan standar yang sangat tinggi untuk para pembatik, yang membuatnya sulit menemukan pengganti.

Dari segi pembatik pun, batik tulis halus tak lagi populer.

Kustinah, misalnya mengatakan anak-anaknya tak mau meneruskan menjadi pembatik.

"Anak saya yang kecil, disuruh melanjutkan, nggak mau. Bilangnya 'kotor, malas'... 'Netes' terus.

Baca juga: Profil Go Tik Swan, Pelopor Batik Indonesia yang Dijadikan Google Doodle Hari ini

"Sementara, anak saya yang besar, nggak bisa, sudah diajari. Bisa [membatik], tapi tidak baik [kualitasnya]," ujarnya.

Meski bermimpi terus membatik, salah satunya agar bisa terus mandiri secara finansial, Kustinah berusaha realistis.

"Ya kalau sudah nggak bisa, nggak apa-apa. Kalau masih bisa ya kepengennya membatik terus," ujarnya.

Tanpa pembatik andal, Widia sulit membayangkan nasib usaha itu.

Baca juga: Perjuangan Perempuan Ambarawa, Pulangkan Batik Patron dari Leiden

Kustinah, salah satu membatik, berharap ia terus bisa membatik, salah satunya, agar ia bisa mandiri secara finansial.dok BBC Indonesia Kustinah, salah satu membatik, berharap ia terus bisa membatik, salah satunya, agar ia bisa mandiri secara finansial.
Bahkan, jika putranya mau meneruskan bisnis itu, ia tak akan mengizinkannya membawa bendera Oey, tanpa kualitas setara.

"Boleh usaha batik, tapi jangan pakai nama Oey Soe Tjoen kalau kualitasnya tidak bisa sama," ujarnya.

"Makanya dengan prediksi seperti itu, saya bisa mengatakan bahwa batik tulis halus Oey Soe Tjoen bisa habis atau bisa punah dalam waktu 10 tahun ke depan karena saya tahu kondisi saya," kata Widia.

Yohannes Somawiharja menilai sudah ada upaya pemerintah untuk mempertahankan usaha seperti ini, seperti dengan pemberian penghargaan dan modal.

Baca juga: Makna Motif Tumpal dalam Batik Betawi

Ada juga usaha serupa yang berusaha bertahan dengan menjual batik yang lebih murah.

"Namun sayangnya upaya yang terkoordinasi masih belum dilihat oleh pengusaha batik sebagai sesuatu yang attractive (menarik) dan meringankan resiko.

"Entah ini menjadi tugas siapa. Jika masalah ini tidak terselesaikan dengan efektif, saya khawatir kita tidak akan bisa mempertahankan batik peranakan tulis halus lagi," ujarnya.

Padahal, kata Yohannes, batik tulis adalah salah satu produk kebanggaan Indonesia.

"Batik tulis halus adalah adibusana mahakarya bangsa Indonesia. Tidak ada di tempat lain di dunia ini yang memproduksi produk batik se-bagus yang dari Indonesia. Ini tentunya menciptakan sense of identity, kebanggaan nasional.

Baca juga: Uniqlo Indonesia Luncurkan Koleksi Batik

'Juara tak terkalahkan'

Saat ini Widia mengatakan targetnya yang paling dekat adalah menggelar pameran batik Oey di tahun 2025 demi menunjukkan bahwa batik itu "pernah ada".

Meski masa depan batik Oey terlihat buram, Widia menegaskan kompromi kualitas tak jadi pilihan.

"Seorang petinju, kalau dia menggantungkan sarung tinjunya dalam keadaan tidak pernah kalah, maka dia akan akan disebut juara tak terkalahkan.

"Jadi ketika saya gantung canting, posisi Oey Soe Tjoen adalah yang terbagus," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pilkada Solo, PKS Lakukan Penjaringan Bakal Cawalkot dan Siap Berkoalisi

Pilkada Solo, PKS Lakukan Penjaringan Bakal Cawalkot dan Siap Berkoalisi

Regional
Pembangunan Tanggul Sungai Wulan Demak Pakai Tanah Pilihan

Pembangunan Tanggul Sungai Wulan Demak Pakai Tanah Pilihan

Regional
19,5 Hektar Tanaman Jagung di Sumbawa Terserang Hama Busuk Batang

19,5 Hektar Tanaman Jagung di Sumbawa Terserang Hama Busuk Batang

Regional
Golkar Jaring Bakal Calon Bupati Sleman, Ada Mantan Sekda dan Pengusaha Kuliner yang Ambil Formulir

Golkar Jaring Bakal Calon Bupati Sleman, Ada Mantan Sekda dan Pengusaha Kuliner yang Ambil Formulir

Regional
Viral, Brio Merah Halangi Laju Ambulans, Pengemudi Berikan Penjelasan

Viral, Brio Merah Halangi Laju Ambulans, Pengemudi Berikan Penjelasan

Regional
Cemburu Pacarnya 'Di-booking', Warga Lampung Bacok Pria Paruh Baya

Cemburu Pacarnya "Di-booking", Warga Lampung Bacok Pria Paruh Baya

Regional
Gagal Curi Uang di Kotak Wakaf, Wanita di Jambi Bawa Kabur Karpet Masjid

Gagal Curi Uang di Kotak Wakaf, Wanita di Jambi Bawa Kabur Karpet Masjid

Regional
Pantai Watu Karung di Pacitan: Daya Tarik, Aktivitas, dan Rute

Pantai Watu Karung di Pacitan: Daya Tarik, Aktivitas, dan Rute

Regional
Diejek Tak Cocok Kendarai Honda CRF, Pemuda di Lampung Tusuk Pelajar

Diejek Tak Cocok Kendarai Honda CRF, Pemuda di Lampung Tusuk Pelajar

Regional
Bantuan PIP di Kota Serang Jadi Bancakan, Buat Perbaiki Mobil hingga Bayar Utang

Bantuan PIP di Kota Serang Jadi Bancakan, Buat Perbaiki Mobil hingga Bayar Utang

Regional
Ditanya soal Pilkada Kabupaten Semarang, Ngesti Irit Bicara

Ditanya soal Pilkada Kabupaten Semarang, Ngesti Irit Bicara

Regional
Ditinggal 'Njagong', Nenek Stroke di Grobogan Tewas Terbakar di Ranjang

Ditinggal "Njagong", Nenek Stroke di Grobogan Tewas Terbakar di Ranjang

Regional
Terungkap, Napi LP Tangerang Kontrol Jaringan Narkotika Internasional

Terungkap, Napi LP Tangerang Kontrol Jaringan Narkotika Internasional

Regional
Siswi SMA di Kupang Ditemukan Tewas Gantung Diri

Siswi SMA di Kupang Ditemukan Tewas Gantung Diri

Regional
Mengaku Khilaf, Pria di Kubu Raya Cabuli Anak Kandung Saat Tidur

Mengaku Khilaf, Pria di Kubu Raya Cabuli Anak Kandung Saat Tidur

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com