Meski demikian, sudah lima tahun belakangan ini, Widia hanya berkerja dengan sistem pesanan karena ia memilih bekerja tanpa tekanan.
Ia pun yakin, nasib usaha batik itu usai dalam satu dekade ke depan.
Salah satu alasannya adalah karena kondisi fisiknya yang menurun.
Ia pernah jatuh saat mencuci batik dan sejak saat itu kondisi tulangnya tak pernah benar-benar pulih. Matanya pun kian tak awas.
"Sudah kayak orang jantungan, sudah tinggal napas terakhir," ujarnya tentang masa depan usaha batik tulis itu.
Baca juga: Kisah Kembang Bangah, Motif Batik Sarat Kritik Karya Go Tik Swan
Faktor lainnya adalah para pembatik yang semakin tua dan tanpa penerus.
Ia menetapkan standar yang sangat tinggi untuk para pembatik, yang membuatnya sulit menemukan pengganti.
Dari segi pembatik pun, batik tulis halus tak lagi populer.
Kustinah, misalnya mengatakan anak-anaknya tak mau meneruskan menjadi pembatik.
"Anak saya yang kecil, disuruh melanjutkan, nggak mau. Bilangnya 'kotor, malas'... 'Netes' terus.
Baca juga: Profil Go Tik Swan, Pelopor Batik Indonesia yang Dijadikan Google Doodle Hari ini
"Sementara, anak saya yang besar, nggak bisa, sudah diajari. Bisa [membatik], tapi tidak baik [kualitasnya]," ujarnya.
Meski bermimpi terus membatik, salah satunya agar bisa terus mandiri secara finansial, Kustinah berusaha realistis.
"Ya kalau sudah nggak bisa, nggak apa-apa. Kalau masih bisa ya kepengennya membatik terus," ujarnya.
Tanpa pembatik andal, Widia sulit membayangkan nasib usaha itu.
Baca juga: Perjuangan Perempuan Ambarawa, Pulangkan Batik Patron dari Leiden
"Boleh usaha batik, tapi jangan pakai nama Oey Soe Tjoen kalau kualitasnya tidak bisa sama," ujarnya.
"Makanya dengan prediksi seperti itu, saya bisa mengatakan bahwa batik tulis halus Oey Soe Tjoen bisa habis atau bisa punah dalam waktu 10 tahun ke depan karena saya tahu kondisi saya," kata Widia.
Yohannes Somawiharja menilai sudah ada upaya pemerintah untuk mempertahankan usaha seperti ini, seperti dengan pemberian penghargaan dan modal.
Baca juga: Makna Motif Tumpal dalam Batik Betawi
Ada juga usaha serupa yang berusaha bertahan dengan menjual batik yang lebih murah.
"Namun sayangnya upaya yang terkoordinasi masih belum dilihat oleh pengusaha batik sebagai sesuatu yang attractive (menarik) dan meringankan resiko.
"Entah ini menjadi tugas siapa. Jika masalah ini tidak terselesaikan dengan efektif, saya khawatir kita tidak akan bisa mempertahankan batik peranakan tulis halus lagi," ujarnya.
Padahal, kata Yohannes, batik tulis adalah salah satu produk kebanggaan Indonesia.
"Batik tulis halus adalah adibusana mahakarya bangsa Indonesia. Tidak ada di tempat lain di dunia ini yang memproduksi produk batik se-bagus yang dari Indonesia. Ini tentunya menciptakan sense of identity, kebanggaan nasional.
Baca juga: Uniqlo Indonesia Luncurkan Koleksi Batik
Saat ini Widia mengatakan targetnya yang paling dekat adalah menggelar pameran batik Oey di tahun 2025 demi menunjukkan bahwa batik itu "pernah ada".
Meski masa depan batik Oey terlihat buram, Widia menegaskan kompromi kualitas tak jadi pilihan.
"Seorang petinju, kalau dia menggantungkan sarung tinjunya dalam keadaan tidak pernah kalah, maka dia akan akan disebut juara tak terkalahkan.
"Jadi ketika saya gantung canting, posisi Oey Soe Tjoen adalah yang terbagus," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.