Keberadaan para pembatik juga lah yang membuat nama batik Oey melegenda. Kebanyakan dari mereka bekerja turun temurun.
Kustinah (49) misalnya adalah pembatik generasi kedua di batik Oey, yang sudah belajar membatik dari usia 17 tahun.
Sebelumnya, neneknya adalah pembatik di tempat yang sama.
"Saat nenek saya berangkat kerja, saya ikut karena ingin belajar. Setelah itu, saya belajar sendiri, mengembangkan diri sendiri," ujar Kustinah dalam bahasa Jawa.B
aca juga: Super Junior Pakai Batik Buatan Jawa Barat, Ini Cerita di Baliknya
Kustinah adalah sosok di balik indahnya bunga dan motif 'semarangan' yang terlihat dalam batik-batik Oey.
Canting yang digunakan adalah yang terkecil atau canting "nol".
Seorang pembatik bisa mengabiskan waktu yang panjang untuk memberi sebuah bentuk titik sempurna pada sehelai kain.
Pembatik yang bagus membuat titik, tidak bertugas menggambar bunga atau daun, dan sebaliknya.
Baca juga: Leeteuk dan Yesung Super Junior Pakai Batik Rancangan Ridwan Kamil, Siap Diajak Kondangan
"Harus sabar, kalau tidak sabar, tidak bisa," ujarnya.
Bagi pembatik Oey pun, hubungan yang terjalin sudah melampaui karyawan dan atasan.
"Sudah seperti keluarga saya sendiri," kata Marliah (56) seorang pembatik.
Meski tuntutan standar sangat tinggi, Marliah mengatakan ia selalu dibebaskan mengatur waktunya sendiri dalam menyelesaikan tugas.
Baca juga: Ridwan Kamil Ceritakan Awal Mula Leetuk dan Yesung Super Junior Kenakan Batik Rancangannya
"Kalau saya capek ya berhenti. Kalau saya nggak capai membatik terus," ujarnya.
Kerja sama itu pun tergambar dalam motif-motif batik peranakan.
Dalam hal batik Oey, ada kain yang disebut "Pagi Sore", yakni satu kain yang memiliki dua motif.
Salah satunya motif Jawa, yakni cuwiri merak hati, yang berpadu dengan motif bunga mawar dan warna-warna peranakan.
Baca juga: Leeteuk dan Yesung Super Junior Pakai Batik Hasil Desain Ridwan Kamil
"Untuk menjaga kualitas, kami tidak menghitung biaya. Contohnya pada saat pewarnaan dengan lima gram [obat pewarna], kami menghasilkan warna merah. Namun, ternyata merahnya bukan seperti yang saya kehendaki. Maka saya akan membuang obat pertama itu dan menggantikan dengan obat yang kedua."
"Itu kan mengeluarkan biaya lagi. Tapi, saya nggak menghitungnya," ujar Widia.
Baca juga: Leeteuk dan Yesung Super Junior Pakai Batik, Ridwan Kamil: Siap untuk Pergi Kondangan
Lima tahun lalu, misalnya, setelah membuat sebuah kain batik pesanan selama tiga tahun, ia tak puas dengan hasilnya.
Ia sampai menangis karena kecewa.
"Anak saya malah mengiranya saya kenapa-kenapa. Saya sudah memberikan janji ke pelanggan yang mau memakai kain itu bulan depannya.
"Ternyata hasilnya di luar harapan dan itu karena kebodohan saya," ujar Widia.
Baca juga: Leeteuk Super Junior Pamer Foto Pakai Baju Batik dari Ridwan Kamil
Ia memutuskan untuk mengubah warna kain itu. Pesanan pun dibatalkan dan ia tak meminta pelanggan mengganti ongkos kerjanya.
Dalam satu waktu, ia bahkan pernah menghabiskan hingga sepuluh tahun untuk satu kain karena ia terus menyempurnakan karyanya.
Yohannes Somawiharja mengatakan memang ada banyak batik peranakan di Indonesia, tapi batik Oey punya tempat spesial di kalangan pecinta batik.
"Orang-orang pencinta batik peranakan tulis halus mengakui batik ini paling halus. Ini disebabkan mereka sangat perfeksionis dan disiplin dalam menjaga kualitas."
Sebelumnya, dalam bukunya Batik: Fabled Cloth of Java, jurnalis foto dan desainer Amerika, Inger McCabe Elliott menyebut batik Oey Soe Tjoen sebagai batik terbaik di Jawa.
Baca juga: 3 Mahasiswa Undip Ciptakan Alat Pengolah Limbah Batik