KOMPAS.com - Pemilik salah satu batik tulis halus peranakan tertua di Pekalongan, Jawa Tengah, yang terkenal karena pembuatnya "perfeksionis" memperkirakan produknya tak bisa dipertahankan lagi alias akan punah dalam waktu dekat.
Bagi para kolektor, batik tulis halus bukan hanya selembar kain, tapi simbol hubungan erat warga Tionghoa dan Jawa.
Tak ada papan nama Oey Soe Tjoen, usaha batik berusia hampir 100 tahun, di Jalan Kedungwuni, yang terletak sekitar tiga puluh menit jika berkendara dengan mobil dari alun-alun Pekalongan.
Baca juga: Javier, Sosok Anak Muda Penerus Legenda Batik Lasem, Ada Doa di Selembar Kain
Yang ada hanya papan kecil putih dengan tulisan Traditional 'Batik Art', sehingga pengunjung dari luar kota mungkin harus tersesat beberapa kali sebelum menemukan tempat itu.
Meski dari luar tampak seperti hunian lainnya, rumah di balik terali cokelat khas Tionghoa itu adalah saksi bisu terbentuknya batik Oey, satu dari hanya dua usaha batik tulis halus peranakan yang masih bertahan di Pekalongan.
Di kalangan para kolektor, batik itu dikenal sebagai yang paling halus dan paling peduli pada detil, maka bisa dijual dengan harga hingga puluhan bahkan ratusan juta Rupiah.
Namun bagi Widianti Wijaya, generasi ketiga, atau mungkin yang terakhir, usaha itu tinggal menunggu "napas terakhir".
Widianti bercerita bagaimana mereka bertahan dengan bisnis itu selama 20 tahun dengan sosok para pembatik yang dia sebut menjadi "seniornya", karena mengajarinya memahami proses pembuatan batik dari nol.
Baca juga: Dosen UNY Ciptakan Alat Dorong Efektivitas Produksi Batik Tulis