Tantangan lain yang dihadapinya adalah persaingan dengan batik cetak atau printing, yang biasanya dijual dengan sangat murah.
Batik Javier yang berukuran 240 x 115cm, misalnya, dihargai sekitar Rp 3 juta.
Batik ukuran sama yang diproduksi dengan cetakan atau printing, harganya jauh lebih murah, yakni sekitar Rp 150.000.
Namun, Javier percaya diri mereka yang mengerti nilai batik tulis akan setia membeli batik itu.
"Ada perbedaan mendasar dari batik printing dan batik tulis, nilai artistik batik tulis sangat tinggi," katanya.
Baca juga: Mengungkap Daya Tarik Wisata di Lasem yang Caem
Selain itu, dia pun merangkul inovasi-inovasi yang ada demi membuat bisnisnya berkelanjutan. Salah satunya terkait teknologi baru pengolahan kain.
Dengan teknologi tekstil baru, ujarnya, pengolahan kain bisa lebih efisien, sehingga "dapat menekan harga jual secara signfikan".
Dengan harga terjangkau itu, ia berharap banyak orang akan membeli batiknya, terutama anak-anak muda, pasar yang diincarnya melalui pemasaran di media sosial.
Baca juga: Mengintip Kisah Mitologi Dewa-Dewi Taoisme di Kelenteng Lasem
"Bahkan oma tetap berinovasi. Saya juga tetap berinovasi," ujarnya.
Ia misalnya, mengembangkan motif monokrom yang kini digemari anak muda.
Dengan melakukan itu, Javier yakin bahwa batik tulis peranakan yang diwariskan leluhurnya tak akan punah.
Baca juga: Kurang dari Rp 600.000, Bisa Liburan ke Lasem Gaya Backpacker
"Kita sedang tidak hanya mencari pundi-pundi ekonomi. Yang kita lestarikan, yang kita usahakan itu, adalah sesuatu usaha yang mulia, mempertahankan budaya sendiri," kata dia.
"Jangan kita terus berkecil hati, berpikir negatif suatu saat batik itu akan punah. Tetap berinovasi," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.