Tak hanya itu, perpaduan agama, baik dalam keluarganya dan di Lasem secara keseluruhan, menginspirasi Sigit untuk memasukkan motif kaligrafi dalam kain yang dibuatnya, bahkan saat ia masih menganut agama Kong Hu Cu.
"Sebelum memeluk agama Islam beberapa tahun belakangan ini, dia bersahabat dengan satu pemuka agama Islam. Dia ingin buatkan salah satu kaligrafi, tapi ada di batiknya.
"Ketika mencucinya pun kalau ada yang lafadz Allahu akbar, kalau kain lain biasa dengan kaki, itu dengan tangan. Nggak boleh sampai jatuh ke bawah.
"Engkong saking menghormati agama lain, sampai begitu," ujarnya.
Baca juga: Tokoh Pluralisme Asal Lasem Bertemu Maruf Amin di Rumah Situbondo
Motif-motif binatang yang digambarnya pun tak pernah menyerupai bentuk asli untuk menghormati ajaran Islam.
Motif kaligrafi ini juga sering dibuat oleh Javier, alumni Pondok Modern Darussalam, Gontor, Jawa Timur, itu.
"Batik itu tentang keberagaman. Semua yang menggunakan batik itu pantas.
"Di setiap kain ada warna-warna, spirit-spirit (semangat) dari semua etnis," ujarnya.
Baca juga: Pantai Watu Layar, Pilihan Wisata Lain di Lasem
"Ternyata setelah saya belajar batik kok ternyata menarik? Banyak hal yang menantang.
"Kalau kita liat secara kasat mata, prosesnya hanya produksi, jual, selesai. Ternyata nggak, ada nilai seni di situ.
"Kain yang diperlakukan sama, hasilnya bisa berbeda. Saya tertarik dengan seninya," ujar Javier.
Baca juga: Lambangkan Persatuan, Lasem Dicanangkan sebagai Kota Pusaka
Meski semangat menjalankan bisnis itu, tak dipungkiri Javier menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya, jumlah pembatik berkualitas yang semakin sedikit.
Suparmi, salah satu pembatik di tempat itu, mengiyakan soal langkanya penerus.
"Sulit anak-anak sekarang itu. Nggak banyak yang mau membatik karena mereka kuliah, bekerja.
"Nenek-nenek ini yang masih membatik. Anak saya menjadi guru dan perangkat desa," kata Suparmi seraya tertawa.
Baca juga: Mengapa Liburan ke Lasem? Ini Alasan dan Panduan Wisatanya
Menanggapi masalah itu, Javier berupaya untuk mengadakan sejumlah pelatihan untuk para pembatik muda.
Ia juga berupaya memberi insentif layak agar makin banyak anak muda yang mau membatik.
"Karena masalah langkanya pembatik disebabkan karena rendahnya penghasilan sebagai seorang pembatik," ujarnya.
Baca juga: Kapan Waktu Terbaik Berlibur ke Lasem?