Menurut kepercayaan masyarakat setempat, biasanya ikan tidak bisa kembali ke laut lepas apabila sudah masuk ke dalam area yang telah dibatasi dengan tali yang diikat dengan daun kelapa.
"Jika keluar dari area tersebut, dengan sendirinya ikan itu akan mati," tutur Yudi.
Konon, alat dan tata cara menentukan waktu penangkapan ikan merupakan pemberian Umbu Mehanguru Mehataku kepada Umbu Lapuruh.
Saat itu, hubungan keduanya terjalin karena garis perkawinan.
Umbu Lapuruh mempersunting saudari dari Umbu Mehanguru Mehataku untuk dijadikan istrinya.
"Saat Umbu Lapuruh memperisteri saudari dari Umbu Mehanguru Mehataku, dia mendapat katidi yiwit (barang pemberian). Barang itu berupa 'raungu dangu liku nduma patangara wangu wulang pangadu wangu mehi', yaitu tali dan daun serta bagaimana cara menentukan waktu yang tepat untuk mencari hasil laut agar mendapatkan hasil yang maksimal," ungkap Yudi.
Cerita rakyat
Yudi menjelaskan, Umbu Mehanguru Mehataku adalah bagian dari cerita rakyat bersama Umbu Pahar dan Rambu Niwa.
Rambu Niwa merupakan istri dari Umbu Pahar.
Dalam cerita rakyat tersebut dikisahkan bahwa suatu ketika terjadilah perdebatan antara Umbu Mehanguru Mehataku dengan Umbu Pahar.
Mereka berdebat tentang orang yang berhak memiliki Tana Humba, Matawai Amahu Pada Njara Hamu (Matawai Amahu Pada Njara Hamu berarti mata air yang melimpah dan padang yang luas).
Perdebatan itu berakhir dengan sebuah kesepakatan di antara keduanya.
Baca juga: Kisah Gerilyawan Wanita, Sri Ngestoe Padinah, Dipukul Tentara Belanda gara-gara Kelapa
Mereka secara bergilir berteriak dengan melontarkan pertanyaan "Siapa pemilik Tana Humba, Matawai Amahu Pada Njara Hamu?" masing-masing sebanyak tiga kali di puncak bukit.
Apabila terdengar jawaban setelah berteriak, berarti orang yang memberikan pertanyaan pada saat itu menjadi pemenang atau berhak memiliki Tanah Humba, Matawai Amahu Pada Njara Hamu.
Sementara yang kalah akan pindah atau harus beranjak ke wilayah bagian barat.
Saat itu, Umbu Pahar yang sakti menjadi penanya pertama. Dia berteriak sambil melontarkan pertanyaan sebanyak tiga kali.
Namun, pertanyaan tersebut tidak mendapatkan jawaban dari bawah kaki bukit.
Setelah itu, giliran Umbu Mehanguru Mehataku yang berteriak sembari melontarkan pertanyaan sebanyak tiga kali.
Kemudian terdengar jawaban dari kaki bukit setelah pertanyaan yang ke-3 dilontarkan oleh Umbu Mehanguru Mehataku.
Kalimat jawaban tersebut berbunyi "Nyumu dummu Umbu" yang berarti kau sudah Umbu.
Akhirnya, Umbu Mehanguru Mehataku keluar sebagai pemenang. Sementara itu, Umbu Pahar dan Rambu Niwa sangat kecewa.
Pasangan suami dan istri tersebut berpindah ke wilayah barat yang meliputi Anakalang di Kabupaten Sumba Tengah. Kemudian Loli, Wanokaka, dan Lamboya di Kabupaten Sumba Barat.
Namun, nama Umbu Pahar dan Rambu Niwa diabadikan sebagai wilayah di bagian selatan Kabupaten Sumba Timur, yaitu Pinupahar dan Mahaniwa.
Baca juga: Mengintip Ponten, Toilet Umum Pertama di Solo pada Masa Kolonial